Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Potensi Pasar Karbon Syariah

Upaya pencapaian NDC Indonesia harus segera dimulai karena tingkat emisi karbon semakin mengkhawatirkan. Selain untuk menghindari potensi bencana akibat pemanasan global, juga untuk menghadapi regulasi perubahan iklim negara lain.

Sebagai salah satu paru-paru dunia, Indonesia menyumbang 75 hingga 80 persen kredit karbon dunia. Artinya, secara tidak langsung Indonesia bertanggung jawab atas sebagian besar potensi dunia untuk menghasilkan carbon offset, yaitu skema yang memungkinkan individu dan perusahaan berinvestasi dalam proyek lingkungan untuk menyeimbangkan jejak karbon mereka sendiri.

Hal ini yang menjadikan Indonesia sebagai pasar potensial dalam pelaksanaan perdagangan kredit karbon global.

Dalam lingkup nasional, perdagangan karbon memberikan kontribusi hingga lebih dari 150 miliar dolar AS bagi perekonomian Indonesia. Perdagangan karbon yang terorganisir melalui pasar atau bursa akan memudahkan Indonesia mencapai target yang telah ditetapkan dengan biaya minimal, sekaligus dapat memaksimalkan peluang di pasar perdagangan karbon internasional.

Maka itu, sangat penting untuk menyoroti peran keuangan syariah berbasis pasar karbon dalam mengurangi efek perubahan iklim. Membangun integrasi pasar karbon syariah ke dalam sistem pasar karbon nasional adalah kuncinya. Agar pasar karbon syariah berhasil, pengurangan dan penghapusan emisi harus selaras dengan NDC nasional.

Selain itu, perlu ada transparansi dalam infrastruktur kelembagaan dan keuangan untuk transaksi pasar karbon syariah. Saat ini belum ada lembaga dan sistem yang mengakomodasi kompleksitas pasar karbon yang sesuai syariah.

Hal ini sangat mendesak mengingat risiko manipulasi izin dan harga karbon kian tinggi. Maka, upaya mitigasi untuk menahan laju tindakan penipuan dan pencucian uang melalui pasar karbon semakin tak bisa ditawar lagi.

Selain itu, sudah tradisi di Indonesia, setiap muncul model transaksi keuangan baru, masyarakat acap kali mencari model pembanding yang sesuai syariah. Hal ini wajar, karena penduduk Indonesia mayoritas muslim. Inilah yang membuat potensi pasar karbon syariah kian besar.

Untuk mengakomodasi hal tersebut, melalui kerjasama International Islamic Trade Finance Corporation (ITFC) dan komunitas pasar karbon dunia, fatwa pertama kredit karbon sebagai komoditas pendukung keuangan syariah resmi dirilis di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2022 (COP27) di Sharm El Sheikh, Mesir tahun lalu. Ini merupakan tonggak penting dalam membangun sistem pasar karbon syariah secara global.

Bisa Mencontoh Bursa Karbon Syariah Malaysia

Berdasarkan fatwa tersebut, Bursa Malaysia meluncurkan Bursa Carbon Exchange (BCX) yang memperdagangkan kredit karbon sejalan dengan prinsip Islam atau syariah, sekaligus menjadi bursa karbon syariah pertama di dunia. Aktivitas perdagangan pun dimulai pada Maret 2023 dengan mekanisme lelang untuk membentuk harga kredit karbon dengan standar baru.

BCX bisa menjadi bursa percontohan bagi negara-negara yang ingin menerapkan prinsip syariah pada pasar karbon, termasuk Indonesia. Selama ini, tantangan pelaku pasar karbon sering mengalami kesulitan menavigasi standar yang berbeda. Selain itu, sangat sulit menemukan transparansi harga atau menentukan kredit karbon berkualitas tinggi.

Hal ini membatasi akses ke pembiayaan dan meningkatkan biaya verifikasi bagi pengembang proyek-proyek kecil. Rintangan semacam ini tentu dapat menghambat aliran modal dari para investor yang berkomitmen pada proyek rendah emisi.

Atas pertimbangan itu, sistem perdagangan karbon yang ada saat ini perlu disesuaikan dengan prinsip syariah. Menolak atau menyatakan perdagangan karbon tidak sah bukanlah solusi, karena Islam tidak menentang berbagi beban pengelolaan sumber daya alam.

Jika industri keuangan syariah tidak terintegrasi ke dalam pasar karbon, maka ekonomi dan lingkungan berada di tangan pelaku pasar karbon konvensional dengan jaringan yang lebih luas. Dikhawatirkan, perdagangan ini didominasi oleh elite dan korporasi yang melayani kepentingannya sendiri.

Pertama, memperkuat konstruksi basis data yang mencakup profil emisi perusahaan serta profil investor yang berminat pada pasar karbon syariah untuk pemetaan kredit polusi dan insentif polusi.

Selama ini, lemahnya basis data emisi karbon menjadi masalah utama dalam perdagangan karbon, sehingga mengakibatkan tingginya volatilitas pasar dan memberikan sinyal yang salah pada investor pasar karbon.

Kedua, membatasi area penjualan kredit karbon untuk menghindari transfer emisi fiktif serta membentuk satuan karbon syariah dan harga proyek berdasarkan biaya emisi untuk menghindari tingginya volatilitas harga. Dalam hal ini satuan karbon syariah bisa direpresentasikan dalam bentuk Indeks Emisi Syariah (IES).

Ketiga, menerjemahkan proyek pasar karbon ke dalam skema-skema syariah seperti takaful karbon, ijarah emisi, sukuk karbon, dan berbagai skema implementasi syariah bersama (shariah joint implementation) dalam bingkai Islamic Clean Development Mechanism (ICDM).

Skema syariah yang dirancang tetap berpatokan pada mekanisme sukarela (voluntary carbon market) dan wajib (mandatory carbon market), termasuk memperkuat semua skema tersebut dengan fatwa-fatwa yang mendukung.

Keempat, aset yang mendasari skema tersebut harus didefinisikan dengan jelas. Aset ini harus merupakan proyek yang dibangun khusus untuk pengurangan karbon, tidak boleh ada proyek karbon fiktif.

Proyek bisa diarahkan pada proyek-proyek prioritas pemerintah dalam memerangi perubahan iklim seperti konservasi hutan, reboisasi, proyek energi terbarukan, pusat listrik tenaga angin (wind farm), bendungan hidroelektrik, biochar, dan alat penyerap karbon dioksida.

Kelima, penguatan regulasi pasar karbon syariah merupakan bagian yang tak kalah penting dari pertumbuhan pasar karbon nasional. Hal ini untuk menyelamatkan pasar karbon dari salah urus likuiditas serta menghindari kelebihan dan kekurangan alokasi unit karbon yang dapat diperdagangkan.

Di pasar karbon, volatilitas harga juga bergantung pada kondisi cuaca, pertumbuhan ekonomi, perubahan agenda politik, insentif dalam kebijakan ekonomi dan reformasi struktural. Oleh sebab itu, lembaga keuangan syariah dan pasar modal juga perlu mengakomodir semua aspek untuk membangun dan memperkuat pasar karbon syariah.

https://money.kompas.com/read/2023/03/10/151747526/potensi-pasar-karbon-syariah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke