Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Setelah Pembakaran Pakaian Bekas Impor, lalu Apa?

Perlu kajian yang lebih objektif untuk menyatakan bahwa ini merupakan aksi yang tepat sasaran dan tepat waktu.

Perlu penelitian lebih mendalam, rasional, valid, dan objektif untuk menghasilkan kesimpulan yang tepat. Namun, tidak mengapa, semua dapat dilakukan sambil berjalan.

Ketika dinyatakan bahwa ini dilakukan untuk melindungi UMKM, perlu ada pertanyaan lanjutan UMKM mana yang tepatnya dilindungi dan bagaimanakah mereka akan terlindungi?

Mengingat pasar bebas dan perdagangan bebas sudah tidak mungkin dielakkan. Kehidupan digital telah begitu merasuk ke ragam sendi kehidupan, termasuk dunia bisnis, sehingga siapapun, dapat menjual apapun, kapanpun, dan di manapun.

Artinya, pasar ini mungkin lebih tepat disebut niche, karena tidak semua konsumen busana di Indonesia menyerbu ceruk ini.

Artinya, seperti logika pasar, fenomena ini adalah wajar dan biasa. Apalagi mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar, maka jelas ini merupakan pasar potensial bagi hampir seluruh komoditas, baik kategori primer, sekunder maupun tersier.

Komoditas baju bekas telah terbukti mampu masuk dan mengisi ceruk pasar ini. Sejumlah pelanggan rela berburu baju impor ini dengan berbagai cara, baik membeli secara daring, maupun menjelajah secara luring.

Pelaku industri kreatif mungkin adalah pasar terbaik dari komoditas ini, mengingat mereka identik dengan self branding dan aktivitas menjual gagasan. Sehingga, perlu didukung oleh outfit yang unik dan mampu membangum diferensiasi yang baik.

Namun demikian, dunia dinamis terus berputar. Efek dari bola salju komoditas pakaian bekas telah dirasakan ’mengganggu’ ekosistem bisnis lokal.

Sejumlah pelaku usaha lokal geleng-geleng kepala melihat dasyatnya serbuan tren ini. Sehingga Pemerintah perlu membangun perhatian khusus, demi kepentingan semua pihak secara berkeadilan.

Terkait pelarangan ini, sejatinya telah jelas dasar hukumnya, yaitu Permendag No 40 tahun 2022 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG BARANG DILARANG EKSPOR DAN BARANG DILARANG IMPOR.

Pada naskah tersebut juga telah disertakan LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 18 TAHUN 2021 TENTANG BARANG DILARANG EKSPOR DAN BARANG DILARANG IMPOR.

Maka sejatinya Pemerintah dapat bertindak tegas terhadap hal ini, untuk kemaslahatan yang lebih luas.

Jika ditelaah lebih lanjut, upaya pembatasan komoditas dan perlindungan pelaku usaha lokal menunjukkan level/tingkat kerentanan usaha.

Dinamika bisnis lintas negara disinyalir masih dapat menjadi ’ancaman’ bagi kesinambungan usaha lokal yang masih bayi maupun yang sudah berpengalaman.

Sehingga isu ini akan bersangkut paut dengan kekuatan bertahan dan berkembang dari bisnis lokal. Konteks ini tidak akan lepas dari upaya memperkuat kompetensi dan kapabilitas pelaku usaha lokal sehingga memiliki ketahanan usaha yang lebih baik.

Maka penghentian dan (rencana) pembakaran thrifting adalah satu hal. Sementara pembinaan, pembelajaran, dan pendidikan kewirausahaan yang berkelanjutan adalah hal lain.

Upaya melindungi pelaku usaha lokal dari komoditas impor yang murah dan digemari adalah satu hal, namun membangun literasi dan kecerdasan kewirausahaan bagi wirausaha lokal adalah hal lain.

Dunia usaha dan bisnis jelas merupakan dunia yang penuh dinamika. Hukum universal ekonomi berlaku di sini, yaitu di mana ada gula, ada semut. Di mana ada potensi cuan, maka pelaku wirausaha berkumpul dan mengusahakannya.

Serbuan produk dan komoditas impor akan terus ada, sehingga penguatan kapasitas dan kompetensi kewirausahaan lokal wajib menjadi arus utama.

Atau meminjam kata pepatah, mati satu tumbuh seribu. Luring ditutup, daring dapat membuka dan membelah diri dengan demikian cepat.

Sehingga pada isu perlindungan UMKM, perlu terus didalami akar permasalahannya, sehingga obat yang tepat dapat diberikan.

Sangat disadari bahwa tidak mudah membangun usaha dari nol, menemukan ide komoditas, mencoba mempoduksi, mencoba menawarkan dan memastikan kelanggengannya.

Banyak pelaku usaha yang sangat rentan gagal dan gulung tikar di tengah jalan. Maka perhatian penuh dan upaya pendampingan menjadi krusial.

Jika ini diarahkan untuk melindungi dan selanjutnya mengembangkan UMKM lokal, maka tentunya diperlukan langkah konsisten yang berkelanjutan.

Pengembangan UMKM lokal jangan hanya berhenti sebatas jargon belaka. Program ini perlu dilakukan secara serius dan memiliki filosofi yang benar dalam langkahnya.

Seyoginya ini bukan sekadar program memastikan usaha yang dibangun agar tidak rugi. Maka upaya penyelematan dan pengembangan UMKM lokal, sejatinya adalah upaya membangun manusia-manusia dengan karakter ’baru’.

Pengembangan UMKM dalam hal ini upaya menciptakan manusia dengan kelas dan karakter tertentu, yaitu manusia wirausaha.

Manusia wirausaha (Zuhri, 2016), adalah orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dari padanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan keberhasilannya.

Atau definisi lain, wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi pada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mengejar tujuannya.

Artinya, jelas bahwa wirausaha adalah mahluk yang ’berbeda’ dengan manusia pada umumnya. Mereka punya karakteristik khusus yang tidak dimiliki orang lain.

Schumpeter dalam (Wibowo, 2011) menyatakan bahwa wirausaha adalah the Man of Action. Mereka memiliki sejumlah ciri seperti dinamis, bersedia menabrak batas normal/keseimbangan, cenderung melakukan hal-hal yang baru/berbeda, individunya cenderung aktif dan banyak energi, memiliki kecenderungan memimpin dan senang menggabungkan berbagai hal menjadi kombinasi baru.

Nah, inilah sejatinya kurikulum inti pendidikan kewirausahaan, yaitu menciptakan tenaga wirausaha dengan profil khusus yang dinamis ini. Membangun sikap dan karakter jelas tidak mudah, namun bukan juga tidak mungkin.

Artinya kesulitan untuk melakukan ini, jangan dijadikan alasan untuk menghindari aksi yang mulia ini.

Bisnis generasi muda

Ketika Thrifting ini banyak dilakukan oleh generasi muda sebagai aktivitas kewirausahaan mereka, maka inilah momentum terbaik untuk memberikan pendidikan kepada mereka terkait usaha apa yang sebaiknya dilakukan, legal dan berpotensi cuan.

Ketika Thrifting dianggap kurang adil, maka inilah momentum terbaik untuk membekali generasi muda dengan sejumlah instrumen yang mampu membantu mereka menemukan ide bisnis baru, model bisnis baru dan lain-lain.

Sejumlah tools khusus dapat diperkenalkan seperti Business Model Navigator, Design Thinking, Business Model Canvas dll, sehingga daya analisa pelaku usaha semakin tajam untuk menemukan peluang bisnis terbaik bagi mereka.

Inilah momentum untuk membangun pendidikan karakter kewirausahaan bagi generasi muda, melalui sinergi beragam pihak yang berkepentingan seperti sekolah, perguruan tinggi, pelaku usaha, praktisi pendidikan kewirausahaan dll.

Perhatian pemerintah terhadap ekosistem thrifting ini layak diapresiasi. Artinya ada perhatian khusus terhadap dunia usaha/wirausaha secara umum dan perlindungan UMKM secara umum.

https://money.kompas.com/read/2023/03/20/083244626/setelah-pembakaran-pakaian-bekas-impor-lalu-apa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke