Oleh karena itu, para pelaku usaha berharap pada tahun politik karena biasanya banyak pesanan pakaian dari partai politik.
"Untung ada tahun politik, jadi banyak yang mengerjakan sablonan baju-baju partai itu yang menolong," ujarnya ditemui di Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Biasanya, kata Nendi, tiga bulan sebelum memasuki Ramadhan, para pelaku usaha konveksi kebanjiran orderan. Bahkan saking banyaknya pesanan pakaian untul Lebaran, pelaku usaha tidak bisa menerima orderan lain.
Namun hal itu tidak terjadi pada tahun ini. Nendi mengatakan pesanan pakaian untuk kebutuhan masyarakat saat Lebaran justru masih kosong.
Minimnya permintaan menekan bisnis konveksi yang sebelumnya sudah terdampak oleh pandemi Covid-19.
"Jadi IKM begitu pandemi langsung drastis (penurunannya omzetnya), yang bertahan itu 60 persen, 40 persen tutup. Kita dari pandemi terus berjuang untuk membangkitkan IKM konveksi ini agar bangkit," kata Nendi.
Banjir pakaian bekas impor
Selain itu, ia juga menyoroti banjirnya pasar oleh produk pakaian bekas impor. Menurut Nendi, hal tersebut menambah tekanan kepada pada pelaku usaha konveksi nasional.
Harga yang lebih murah dan label merek ternama mambuat pakaian bekas impor menjadi daya tarik bagi masyarakat. Hal itu membuat produk lokal jadi kesulitan bersiang.
"Jadi kenapa baju bekas itu mengganggu kami sebagai pelaku usaha IKM ini dikarenakan pasar kami ini pasar lokal," ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa banyak pedagang pakaian bekas impor dulunya adalah pekerja di industri tekstil, garmen, dan konveksi yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Maka dari itu, Nendi bersama pelaku IKM lainnya berusaha membujuk para pedagang impor pakaian bekas untuk membantu memasarkan pakaian baru produk dalam negeri.
https://money.kompas.com/read/2023/04/01/170000326/sepi-orderan-pelaku-usaha-konveksi-berharap-tuah-tahun-politik