JEO - Money

Industri 4.0:
Janji dan Tantangan Para Capres
Pemilu 2019

Sabtu, 13 April 2019 | 20:20 WIB

Bila dilihat dari visi dan misi kedua pasangan kandidat, keduanya sama-sama memiliki komitmen untuk membangun ekonomi yang produktif dan berdaya saing.

DEBAT kandidat calon presiden dan wakil presiden RI kelima yang digelar pada Sabtu (13/4/2019) akan mempertemukan kembali pasangan kandidat nomor urut 01 Joko Widodo-Maruf Amin dan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Tema debat kali ini menyasar pada beberapa sektor ekonomi, seperti investasi, kesejahteraan sosial, dan keuangan.

Tema debat kali ini menyasar pada beberapa sektor ekonomi, seperti investasi, kesejahteraan sosial dan keuangan. Debat akan diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta Pusat.

Salah satu isu yang dibahas yakni mengenai masa depan industri di Indonesia. Dalam debat mereka akan saling mengadu visi dan misi bagaimana pandangan serta solusi mereka untuk mengatasi masalah yang ada di sektor industri.

Jika dilihat dari visi dan misi kedua pasangan kandidat, keduanya sama-sama mendaku punya komitmen untuk membangun ekonomi yang produktif dan berdaya saing. Kegiatan perindustrian menjadi salah satu penunjang untuk mewujudkan hal tersebut.

Pertanyaannya, apakah arah yang disasar sudah tepat? Terlebih lagi, saat ini ekonomi disebut tengah memasuki era revolusi industri keempat, alias revolusi industri 4.0.

Konon, revolusi kali ini bakal berdampak lebih luas dibanding versi 1.0 ketika mesin uap ditemukan pada awal abad ke-20. Waktu itu, mesin uap menebas banyak fungsi yang sebelumnya menggunakan tenaga manusia dan hewan.

Saat ini, kekhawatiran terbesar dari revolusi industri 4.0 adalah digantikannya tenaga manusia oleh robot-robot cerdas. Akankah debat kelima sekaligus terakhir dalam rangkaian Pilpres 2019 menyodorkan jawaban yang mencerahkan dan visioner terkait tantangan dunia industri?

JOKOWI-MA'RUF

VISI-misi Jokowi-Ma'ruf terkait industri dikaitkan dengan percepatan pembangunan infrastruktur dan reformasi struktural. Kedua hal itu disebut telah membuka jalan bagi terbangunnya fondasi struktur perekonomian yang lebih kuat dan berdaya saing.

Dengan fondasi tersebut, Indonesia bisa membuat perekonomian menjadi lebih kokoh, produktif, mandiri, dan berdaya saing. Terlebih lagi Indonesia tengah berisap diri menghadapi era revolusi insustri 4.0.

Pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo dan Maruf Amin, saat pengambilan nomor urut di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Pasangan capres dan cawapres, Joko Widodo dan Maruf Amin, saat pengambilan nomor urut di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).

Mengembangkan, mempercepat, meneruskan

Pasangan Jokowi-Ma'ruf menyatakan ingin meneruskan apa yang menjadi kebijakan pemerintahan Jokowi-JK dalam kaitannya dengan sektor industri. Apalagi menyambut era Industri 4.0, pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin ingin menempuh sejumlah langkah.

Salah satunya, pasangan ini ingin mempercepat pemerataan pembangunan infrastruktur untuk menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru serta menggenjot pemanfaatan infrastruktur untuk pengembangan UMKM.

Pasangan capres-cawapres 01 juga ingin melanjutkan revitalisasi industri dan infrastruktur pendukungnya untuk menyongsong industri 4.0.

Pasangan capres-cawapres 01 juga ingin melanjutkan revitalisasi industri dan infrastruktur pendukungnya untuk menyongsong industri 4.0.

Langkah lainnya yang akan dilakukan adalah meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri (TKDN) untuk memperkuat industri nasional serta membuka lapangan kerja yang lebih luas di dalam negeri. Dengan demikian, industri dalam negeri bisa berkembang.

Anggaran untuk riset juga tak luput dari kebijakan pasangan ini. Jokowi-Ma'ruf ingin meningkatkan anggaran riset sehingga bisa memunculkan berbagai inovasi baru.

Hal penting yang juga akan menjadi perhatian pasangan ini adalah mempercepat pengembangan industri kreatif dan digital.

Sebagaimana diketahui, digitalisasi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Sehingga, kebijakan terkait dengan hal ini memang diperlukan.

Ilustrasi industri pengolahan.
KOMPAS/A HANDOKO
Ilustrasi industri pengolahan.

Selain membangun industri dari segi produktivitas, Jokowi-Ma'ruf juga mendongkrak kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan buruh sebagai berikut.

PRABOWO-SANDIAGA

ADAPUN Prabowo dan Sandiaga, dalam visi misinya, ingin menyelaraskan pembangunan infrastruktur, fasilitas pendukung, dan kawasan industri nasional dengan sumber-sumber ekonomi produktif. 

Termasuk di dalamnya adalah menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru, seperti pariwisata, ekonomi kreatif, ekonomi digital, startup, industri syariah, dan maritim.

Pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, saat pengambilan nomor urut di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).
KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Pasangan capres dan cawapres, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, saat pengambilan nomor urut di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).

Industri manufaktur, kreatif, dan digital

Ada beberapa visi dan misi dari kandidat nomor urut 2 ini. Dari sejumlah visi dan misi tersebut, mengembangkan industri manufaktur dan industri kreatif lebih menjadi fokus dari pasangan ini, meskipun ada kebijakan-kebijakan lain di luar itu. 

Jika terpilih, pasangan Prabowo-Sandi akan membangun industri hulu dan industri manufaktur nasional berbahan baku lokal guna memberikan nilai tambah bagi komoditas dalam negeri, mendorong berkembangnya industri rakyat, serta menyokong penyerapan angkatan kerja.

Kemudian, pasangan ini juga akan membangun kembali industri strategis nasional yang mampu memproduksi barang-barang modal, untuk mengurangi ketergantungan impor barang modal.

Pasangan Prabowo-Sandi ingin pula mendorong pertumbuhan industri startup berbasis inovasi yang akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Juga, membangun industri berbasis digital yang berorientasi global dengan memberikan insentif dan modal kepada para pelakunya.

Di samping itu, pasangan ini pun berkeinginan memperluas kewenangan dan peran Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), sebagai ujung tombak pengembangan industri yang berbasis ekonomi-budaya.

Di sektor pertanian, pasangan capres-cawapres ini ingin melakukan industrialisasi pertanian di pedesaan sehingga tercipta pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru yang tersebar untuk mengurangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan antara kota-desa, pedalaman-pesisir, serta Jawa-luar Jawa.

Caranya, dengan meningkatkan kesejahteraan petani melalui penerapan inovasi digital farming untuk meningkatkan produktivitas dan sekaligus mendorong minat generasi muda dalam bidang pertanian.

Selanjutnya, kontestan nomor urut 2 ini berambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan ekonomi syariah, industri kreatif muslimah, dan tujuan wisata halal dunia.

Ilustrasi industri makanan dan minuman
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi industri makanan dan minuman

Prabowo dan Sandiaga memiliki fokus yang sama terhadap sumber daya manusia (SDM). Tujuannya, buruh mendapat perlakuan adil serta meningkatkan kualitas diri. Rinciannya antara lain sebagai berikut:

PANDANGAN
SOAL INDUSTRI 4.04.0

PADA revolusi industri generasi 4.0, manusia telah menemukan pola baru ketika disrupsi teknologi hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahaan-perusahaan yang telah berjaya bertahun-tahun.

Sejarah mencatat bahwa revolusi industri ini telah banyak menelan korban dengan matinya perusahaan-perusahaan raksasa.

Perkembangan teknologi baru telah menjadi pendorong utama pergerakan menuju revolusi industri ini.

Ukuran perusahaan tidak lagi menjadi jaminan. Kelincahan para pengusaha dituntut dalam hal ini, terutama karena hubungan internet of things (IOT) dan teknik manufaktur memungkinkan sistem untuk berbagi informasi, menganalisisnya, dan menggunakannya sebagai tindakan cerdas.

Namun, Jokowi dan Prabowo memiliki sedikit perbedaan pandangan mengenai industri 4.0. Hal tersebut sempat disinggung keduanya dalam debat kedua, Minggu (17/2/2019).

Jokowi menyebut yang harus disiapkan dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yakni dengan mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Khususnya mengenalkan petani ke sistem marketplace agar bisa berjualan online dan meningkatkan pemasukan petani.

Ilustrasi digital
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi digital

"Revolusi Industri 4.0 keluar dengan kecepatan sangat tinggi, robotik semua keluar. Saya yakin dengan pembangunan SDM, kita akan mempersiapkan bangsa dalam industri 4.0," kata Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi berencana memperkenalkan petani dengan marketplace agar bisa berjualan secara online. Terutama bagi pengusaha UMKM agar tak tertinggal dengan negara lain.

"Kalau saya melihat dengan pembangunan SDM yang tadi saya katakan, saya optimistis (dapat berhasil dalam revolusi industri 4.0)," kata Jokowi.

Prabowo mengatakan, revolusi industri akan mengubah cara kerja di pabrik yang kemungkinan akan diganti dengan robot.

Sementara itu, Prabowo mengamini bahwa revolusi industri 4.0 memang penting. Namun, ada hal lain yang ingin menjadi fokusnya.

"Kita sama-sama memahami perkembangan industri 4.0 yang akan datang dengan AI, robotic, akan berdampak satu pabrik yang biasanya pabrik mobil di Jerman 15.000 pekerja diganti robot," tutur Prabowo.

Kendati demikian, ia ingin menaruh perhatian pada persoalan pangan. Prabowo ingin Tanah Air dapat menyediakan pangan tanpa perlu melakukan impor.

"Bagus industri 4.0, tapi saya ingin menjamin Indonesia menyediakan pangan sendiri tanpa impor-impor," kata dia.

SIAPKAH INDONESIA?

MEMASUKI era Revolusi Industri 4.0, teknologi informasi telah mengambil peran sangat penting dalam mengubah lanskap industri dan perkembangan bisnis. Terutama, dalam hal cara pelaku bisnis menawarkan produk dan jasanya.

Produsen perlu melakukan berbagai upaya perubahan dalam bisnisnya agar bisa beradaptasi dengan perkembangan digital.

Industri logistik di Tanah Air, misalnya, tumbuh signifikan pada 2018 dan diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, berkat perkembangan e-commerce.

Kepala Komite Tetap Kamar Dagang dan industri (Kadin) bidang Logistik, Supply Chain, dan SDM, Nofrisal, sempat mengatakan beberapa waktu lalu bahwa industri logistik diharapkan dapat memanfaatkan perkembangan teknologi digital guna menjawab kebutuhan konsumen yang sudah semakin melek digital.

Caranya, dengan memanfatkan teknologi artificial intelligence (AI) serta internet of things (IoT), agar otomatisasi layanan bisa diselenggarakan demi memenuhi kebutuhan konsumen, baik untuk konsumen business to business (B2B) maupun business to customer (B2C).

Laporan yang dirilis Pricewaterhouse Cooper (PwC) pada 2016 bertajuk “Industry 4.0: Digital Supply Chain–Logistic Autumn Conference” mengatakan, integrated supply chain system memungkinkan perusahaan untuk memiliki rantai distribusi yang terintegrasi dimulai dari tahapan pemasok, produsen, distributor, hingga konsumen.

Ilustrasi digital
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi digital

Sistem tersebut akan memudahkan perusahaan, mulai dari proses administrasi atau pencatatan arus barang keluar masuk gudang, database yang telah terintegrasi, hingga pemasaran.

Teknologi IoT memungkinkan satu perangkat "berbicara" dengan perangkat lainnya sehingga pencatatan, pelacakan, serta pergerakan barang bisa dilakukan secara terintegrasi. Pada akhirnya, prinsip first in first out (FIFO) bisa diselenggarakan dengan lebih baik karena barang masuk terpantau sampai dengan barang tersebut keluar gudang.

Bayangkan, barang yang masuk tercatat secara otomatis ketika masuk gudang dan kemudian terpantau pergerakannya sampai dengan penempatannya sesuai kategori pemilahannya.

Pertanyaannya, apakah Indonesia siap menghadapi era tersebut? Apa pula tantangan yang butuh segera mendapatkan solusi?

KETERBATASAN SDM

DALAM sebuah seminar yang digelar alumnnus Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu narasumber, Dedi Iswanto, memaparkan bagaimana otomatisasi digital telah mengubah cara bisnis beroperasi.

Perusahaan dan industri sudah sadar akan pentingnya perkembangan industri 4.0, tetapi belum melakukan apapun terkait hal tersebut.

Menurut dia, penghambat utamanya adalah kemampuan dan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang ada.

"Selain hal tersebut, hambatan datang dari strategi dan eksekusi rencana, rendahnya kepercayaan mengenai hasil sebagai keluaran artificial intelligence (AI), dan juga mengenai privasi dan keamanan,” terang Dedi.

Sementara alumnus lain, Takwa Fuadi, menekankan bahwa Indonesia tidak ketinggalan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan teknologi internet of things (IoT).

Namun, yang diperlukan Indonesia adalah pembangunan industri yang memanfaatkan IoT.

Ilustrasi digital
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi digital

“Hal ini dapat terwujud selama jiwa nasionalisme dan pengabdian masyarakat selalu dipegang,” jelas dia.

Pada 2025, diprediksi akan ada 50 miliar alat membutuhkan sensor. Dilihat dari prediksi tren yang ada, harga sensor akan menurun meskipun tidak serta-merta. Hal ini disebabkan semakin banyak orang akan memproduksi dan meningkatkan kualitas sensor.

Tantangan buat Indonesia dan para calon presiden dan wakil presiden yang mengikuti kontestasi Pemilu 2019 adalah, akankan revolusi industri 4.0 ini menjadi jembatan emas baru bagi seluruh anak bangsa Indonesia menuju kesejahteraan?

Atau, revolusi ini justru akan menjadikan nyata kekhawatiran banyak kalangan tentang hilangnya sumber penghidupan, terutama bagi SDM yang tak siap beradu dan membuktikan kemanusiaannya melebihi kecerdasan buatan?

Apakah debat terakhir Pilpres 2019 menghadirkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut? Adakah jawaban para kandidat akan mempengaruhi pula peta dukungan demi harapan hidup lebih baik pada masa mendatang?

Kita simak bersama....