JEO - Money

Polemik Utang
di Mata Para Capres
Pemilu 2019

Sabtu, 13 April 2019 | 07:53 WIB

Isu utang pemerintah nyaris tidak pernah absen dalam kontestasi politik lima tahunan. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 pun bukan perkecualian. Apa pula program aksi yang ditawarkan para capres ini?

 

ISU utang selalu punya takaran sensitivitas tersendiri karena publik Indonesia secara umum masih punya pandangan yang negatif terhadap utang.

Hal ini bisa dilihat dari narasi-narasi yang biasa muncul di publik. Misalnya, utang adalah beban generasi selanjutnya. Atau, utang adalah tanda ketidakmandirian ekonomi suatu bangsa.

Ilustrasi utang yang membebani - (DOK KOMPAS/JITET)

Tak heran, isu ini kerap dikapitalisasi menjadi senjata untuk menekan lawan politik. Begitu pula yang terjadi pada Pilpres 2019 ini.

Baca juga: Oposisi, Utang, dan Ekonomi Indonesia

UTANG DI MATA CAPRES

SEPANJANG kampanye Pilpres 2019, isu utang sudah menjadi menu utama. Lontaran kritik soal utang pemerintah tak habisnya disampaikan oleh capres nomor urut 02 Prabowo Subianto.

Prabowo menilai, utang Pemerintahan Jokowi sudah mengancam kedaulatan negara.

Kritik Prabowo tentu saja ditujukan kepada Joko Widodo yang merupakan capres nomor urut 01 sekaligus petahana.

Prabowo menilai, utang Pemerintahan Jokowi sudah mengancam kedaulatan negara. Acuannya, angka utang yang terus melonjak dan basis pemegang surat utang negara adalah investor asing.

Bahkan, Prabowo mengibaratkan Indonesia seperti orang yang sedang mengalami pendarahan, hidup dengan utang sementara kekayaannya banyak yang bocor ke luar negeri.

Baca juga: "Utang Itu Boleh Saja, Sepanjang untuk Kegiatan Ekonomi..."

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, utang pemerintah memang terus melonjak di era pemerintahan Jokowi.

Per Januari 2019, posisi utang pemerintah mencapai Rp 4.498,56 triliun. Angka ini naik  hampir dua kali lipat dibandingkan saat Jokowi memulai masa jabatannya sebagai presiden pada Oktober 2014. 

 

"Ada yang mengatakan utang banyak enggak menjadi masalah. Tetapi para ahli yang mengerti, tahu bahwa ini utang ini mengancam kedaulatan negara kita," kata Prabowo, sembilan hari sebelum umur pemerintahan Jokowi-JK berusia 4 tahun, (11/10/2018).

Kritik Prabowo soal utang tak hanya sekali atau dua kali, tetapi terus-menerus dilakukan dalam berbagai kesempatan kampanye.

Bahkan, Prabowo juga mengkritik Menteri Keuangan Sri Mulyani yang terus menerbitkan surat utang untuk membiayai pembangunan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang," kata Prabowo.

Baca juga: Prabowo Sebut Menkeu Mesin Pencetak Utang, Ini Komentar Kemenkeu

Sementara itu, Jokowi menegaskan bahwa penambahan utang yang dilakukan selama empat tahun pemerintahannya digunakan untuk sektor produktif.

Hal ini dinilai penting untuk menggenjot pembangunan Indonesia yang sudah tertinggal oleh negara lain di tengah keterbatasan penerimaan negara.

Jokowi menyatakan bahwa utang pemerintah masih ada di posisi aman.

"Pinjaman itu harus dipakai untuk hal yang produktif, yang menghasilkan income. Misalnya (untuk biaya) membangun airport, pelabuhan, tol, ada income-nya di situ. Saya kira bukan untuk dihamburkan untuk subsidi, bukan," ujar Jokowi dalam acara Satu Meja yang disiarkan Kompas TV, Senin (22/10/2018).

Jokowi juga menyatakan bahwa utang pemerintah masih ada di posisi aman.

Alasannya, porsi utang pemerintah ada di kisaran 30 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Persentase itu jauh di bawah batas yang diamanatkan undang-undang yang menyatakan bahwa utang tak boleh melebihi 60 persen PDB.

Selain itu, Jokowi menyebut porsi utang Indonesia jauh lebih kecil jika dibandingkan negara lain yang utangnya bisa 60 persen, 80 persen, bahkan 220 persen PDB.

Baca juga: Naik 13,6 Persen, Utang Pemerintah Pusat hingga Januari Tembus Rp 4.498 Triliun

PROGRAM AKSI

MESKI ada perbedaan pandangan soal utang, Jokowi dan Prabowo sebenarnya punya satu titik temu. Hal ini bisa dilihat dari program aksi kebijakan fiskal di visi misi kedua capres.

Pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin dan pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga Uno sama-sama menyatakan ingin mewujudkan ekonomi yang mandiri. Salah satunya dengan program aksi di bidang fiskal.

Ilustrasi utang - (DOK KOMPAS/DIDIE SW)

Jokowi-Ma'ruf Amin lebih menekankan kelanjutan reformasi perpajakan. Hal ini dinilai penting untuk mewujudkan keadilan dan kemandirian ekonomi nasional, dengan target terukur, serta memperhatikan iklim usaha dan peningkatan daya saing.

Jokowi-Ma'ruf Amin lebih menekankan kelanjutan reformasi perpajakan.

Program kebijakan fiskal lainnya yakni mengoptimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan sistem terintegrasi serta tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel.

Namun, dari 6 poin program aksi mempertajam reformasi struktural dan fiskal, Jokowi-Ma'ruf Amin tak menyinggung persoalan utang di dalamnya.

Baca juga: 4 Tahun Jokowi-JK Utang Naik, Bagaimana Kualitas Belanjanya?

Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengatakan, Jokowi pasti akan berhati-hati dan akuntabel dalam mengelola utang seperti yang sudah dilakukan selama 4 tahun pemerintahannya selama ini. 

Dengan berjalannya reformasi struktural dan fiskal, kata dia, Indonesia terbukti mendapat peringkat investment grade dari lembaga pemeringkat kredit utama di dunia.

"Dengan peringkat investment grade tersebut, pemerintah dapat menekan cost of fund utang di tengah kondisi pasar keuangan yang volatile," ujar Ace.

Anggota TKN Jokowi-Ma’ruf, Hendrawan Supratikno menambahkan, utang merupakan alternatif pembiayaan pembangunan di tengah penerimaan negara yang belum besar.

Oleh karena itu, kata Hendrawan, utang masih bisa dilakukan sepanjang pemanfaatannya produktif, dikelola secara transparan dan bertanggung jawab, serta tidak membahayakan keberlangsungan pembangunan nasional. 

Sementara itu, Prabowo-Sandiaga menjabarkan misi mewujudkan kemandirian ekononi ke program aksi transformasi struktural ekonomi, termasuk di bidang fiskal.

Berbeda dengan Jokowi-Ma'ruf, Prabowo-Sandiaga memasukkan persoalan utang pemerintah ke dalam program aksinya.

Prabowo-Sandiaga menyatakan akan memperbaiki tata kelola utang pemerintah dengan menggunakannya hanya untuk sektor sektor produktif yang berdampak langsung terhadap perbaikan kesejahteraan rakyat.

Baca juga: Jika Terpilih Jadi Presiden, Ini Kebijakan Utang Prabowo

Selain itu, Prabowo-Sandiaga juga menyatakan akan menghentikan praktik berutang yang tidak sehat dan tidak produktif, seperti berutang untuk bayar bunga utang dan berutang untuk membayar biaya rutin.

Utang baru hanya bisa ditolerir jika berbasis pada pembiayaan proyek pembangunan yang spesifik yang membuka lapangan kerja seluas-luasnya.

Meski begitu, Prabowo-Sandiaga tak menutup diri dengan utang. Dalam program aksi dituliskan bahwa utang baru hanya bisa ditolerir jika berbasis pada pembiayaan proyek pembangunan yang spesifik yang membuka lapangan kerja seluas-luasnya.

Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Drajad H Wibowo mengatakan, Prabowo-Sandi akan berupaya menurunkan utang pemerintah secara signifikan.

"Ini berarti Indonesia akan mengurangi jumlah utang baru dari pemerintah," ujar Dradjad. 

Di sisi lain, penerimaan pajak dan PNBP akan digenjot dan dijadikan andalan untuk membiayai pembangunan. Oleh karena itu, Prabowo menargetkan rasio pajak 16 persen dari PDB. Meski begitu, target rasio pajak itu juga dijanjikan dilakukan tanpa menaikkan tarif.

Baca juga: Penjelasan BPN Prabowo-Sandi soal Target Rasio Pajak 16 Persen

Pembiayaan utang akan digeser dan diganti dengan investasi. Sosok Sandiaga diyakini bisa menarik lebih banyak investasi karena pengalaman terjun langsung melakukan investasi dalam jumlah besar.

Selain itu, Prabowo-Sandiaga juga akan melakukan penyisiran ulang terhadap beberapa proyek infrastruktur. Khususnya, penyisiran atas proyek yang dinilai terlalu ambisius, baik yang tidak prudent dalam perencanaan maupun pembiayaannya.

Penyisiran dilakukan karena sejumlah proyek pembangunan Pemerintahan Jokowi ditengarai hanya menambah beban utang negara.

Baca juga: Debat Infrastruktur, Kunci Kemenangan Capres 2019?

Akankah debat terakhir untuk Pilpres 2019 yang digelar pada Sabtu (13/4/2019) malam akan mengupas tuntas polemik utang dan langkah aksi para kandidat Pilpres 2019? Kita tunggu saja....