Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baharuddin, Bertani Tanpa Tanah

Kompas.com - 22/09/2008, 03:30 WIB

Ketika negara-negara maju sedang bangga menyiasati keterbatasan lahan pertanian dengan hidroponik, Baharuddin Patandjengi mengembangkan aeroponik. Karyanya, berupa teknik pembibitan kentang dengan akar melayang di udara, pada saat itu masih merupakan hal yang termasuk baru di Indonesia.

Itulah pencapaian Prof Dr Ir H Baharuddin Patandjengi (48), guru besar pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar. Pergumulannya di dataran tinggi Bantaeng, Sulawesi Selatan, sejak 2002 membuahkan benih kentang G0 (baca: G nol) yang tahan hama.

Belakangan ini kentang (Solanum tuberosum) di Sulsel bakal ”berdentang” kembali setelah sekian tahun terpuruk oleh minimnya benih unggul. Seiring ditunjuknya Bantaeng sebagai pusat pembenihan kentang nasional, kegairahan petani pun menular ke dataran tinggi lainnya, seperti di Malino dan Enrekang (500 meter-1.000 meter di atas permukaan laut).

Dibandingkan dengan teknik pembibitan media arang sekam yang belakangan ini diakui sebagai solusi terbaik untuk pembibitan kentang, metode kultur jaringan ala pria kelahiran Bone, 24 Desember 1960 ini jauh lebih ekonomis. Media arang sekam hanya mampu membiakkan 10 umbi benih dari satu meristem (bakal stek), sedangkan metode aeroponik mampu membuahkan 25 umbi per meristem.

Jika kapasitas produksi rumah kasa (green house) ukuran 6 x 20 meter menghasilkan 1.000 stek dengan hasil rata-rata 25 umbi, berarti dalam setiap musim tanam (sekitar enam bulan) dihasilkan 25.000 umbi G0.

Data dari Departemen Pertanian menunjukkan, kebutuhan benih kentang nasional setiap tahun mencapai 120.000 ton untuk total lahan seluas 80.000 hektar, sedangkan tingkat pemenuhan benih bersertifikat baru mencapai 4,9 persen.

Apabila teknik pembenihan masih tetap memakai cara konvensional yang rendah produktivitas dan rentan hama, pemenuhan kebutuhan benih kentang nasional tersebut bisa-bisa selamanya akan bergantung pada impor. ”Di mana harga diri kita sebagai negara agraris yang sarat ahli pertanian dan bertaburan kampus pertanian?” kata ayah dari tiga anak ini mengemukakan kegundahan hatinya.

Lahir dan dibesarkan di lingkungan orang yang peduli pertanian, hati Baharuddin pilu melihat besarnya ketergantungan ekspor negeri ini akan bahan pangan. Sang istri, Dr Ir Tutik Kuswinanti MSc, yang juga dosen pertanian Unhas, mendukung kegundahan hati suaminya. Ia turut menyertai Baharuddin belajar biokteknologi di Jerman.

Secara garis besar, metode Baharuddin terbagi dalam empat tahap. Pertama, seleksi meristem dengan deteksi DNA agar steril dari bakteri patogen. Kedua, perbanyakan umbi mikro dan stek mini. Ketiga, aklimatisasi di rumah kasa. Keempat, perlakuan secara aeroponik.

Tahapan terakhir inilah yang bisa dikatakan unik. Stek dibiarkan tumbuh-kembang secara melayang. Batang stek hanya tertancap pada selembar sterofoam. Selanjutnya, akar dibiarkan menggelantung tanpa media.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com