YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Pasar ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang masih suram akibat krisis keuangan global akan memaksa industri perstekstilan melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap karyawannya. Dari sekitar 1,2 juta tenaga kerja industri tekstil di seluruh Indonesia, sekitar 30 persen berpotensi besar terkena PHK dalam kurun waktu April-Juli mendatang.
Demikian disampaikan Jadin C Jamaludin, Ketua Sektor Industri Kecil dan Menengah dan Handycraft Asosiasi Perstekstilan Indonesia (API) Pusat, Rabu (18/3). Menurut Jadin, puncak PHK industri tekstil akan terjadi pada Bulan April mendatang.
"Pemerintah tak peduli perstekstilan. Mana ada kebijakan yang meringankan kami secara tulus? Untuk urusan perbankan saja, suku bunga pinjaman tak diturunkan. Negara-negara tetangga seperti Malaysia juga kena krisis, tapi perbankan menurunkan suku bunga dan pemerintahnya menggulirkan subsidi. Di sini, suku bunga malah naik," ujarnya.
Padahal, jika pemerintah berani dan berniat mendesak perbankan menurunkan suku bunga dan kemudahan mengangsur, itu hanya sepenggal masalah perstekstilan. Masalah terbesar sekarang adalah bahwa negara tujuan ekspor mengetatkan aturan pada produk impor.
Pengetatan itu misalnya tak mau mengerjakan kegiatan yang dulu dilakukan, seperti mendesain produk dan melakukan kegiatan kontrol kualitas. Mereka juga sebisa mungkin mundur waktu dalam membayar. Inilah yang membuat kelabakan industri tekstil, karena salah satu dampaknya adalah telat memberi gaji pada karyawan.
Yang lebih membuat Jadin geram, negara-negara asing itu sebenarnya amat tergantung Indonesia. Hampir 100 merek asing TPT yang dijual di mal-mal dan pusat belanja adalah buatan Indonesia. Misalnya Triumph, Lea, Levis, Hammer, Arrow, dan Kenzo.
"Jadi, Indonesia yang membuat plus melabeli dengan merek-merek terkenal itu, lalu mengekpornya. Sesudahnya, negara tujuan ekspor tadi, balik mengirim TPT itu ke Indonesia untuk kita beli. Indonesia mirip tukang jahit kan," ujar Jadin.
Dengan kata lain, Indonesia gagal memasarkan produk sendiri di ranah sendiri. Ketika sekarang pemerintah mengembar-gemborkan pemakaian produk dalam negeri, bahkan sampai mengeluarkan instruksi presiden, Jadin menyebut itu sudah telat dan hanya membuatnya tertawa. Pemerintah selalu telat berpikir dan bertindak.
Ancaman PHK dalam industri tekstil sekarang sudah menganga lebar dan tetap tak ada kabar atau tindakan nyata dari pemerintah. Untuk DIY, keadaannya pun bakal sama. "Dari 20.000-an tenaga kerja di industri tekstil, 30 persen terancam PHK," ujarnya.
Disebutkan pula, sumbangan TPT dari DIY adalah 1 persen dari total angka nasional. Industri TPT, terbanyak atau sekitar 60 persen berada di Bandung, Jawa Barat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.