Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Pecel, Hasilkan Duit Ratusan Juta

Kompas.com - 24/03/2009, 09:41 WIB

KOMPAS.com Sebagian orang mengenal dan menyukai menu pecel. Makanan khas daerah ini berisi ramuan aneka sayuran yang disiram bumbu kacang. Kenikmatan rasa pecel sangat tergantung pada bumbu olahannya.

Bumbu pecel tak hanya disukai di dalam negeri. Bumbu pecel yang sudah dikemas ternyata juga menyebar ke berbagai negara lain, contohnya Hongkong, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Belanda.

Salah satu produsen bumbu pecel kemasan adalah Himawati. Wanita 35 tahun ini sudah menggeluti pembuatan bumbu pecel sejak dua tahun lalu di bawah bendera UD TYM. Walau baru seumur jagung, kelezatan bumbu pecel Himawati ini sudah terkenal sampai ke luar negeri, khususnya para pelanggannya di Hongkong. Tak heran jika dalam sebulan, mantan pedagang pakaian anak ini mampu meraup omzet Rp 21 juta.

Awalnya, Himawati mengaku iseng menjual bumbu pecel di sekitar rumahnya. "Resepnya warisan keluarga," ujarnya. Tak disangka, banyak yang menyukai bumbu pecel ini. "Itu sebabnya, saya pakai nama merek Cap Jempol sebab rasanya memang jempolan," ujarnya.

Dari hari ke hari, permintaan bumbu pecel buatan Himawati terus naik. Bahkan, produksi bumbu pecelnya pernah mencapai 35 kilogram per hari. Sayang, belakangan ini, produksi bumbu pecel Cap Jempol terus turun hingga tinggal sekitar 20 kilogram per hari.

"Untuk menjaga citarasa, saya selalu memasarkan hasil produk dalam keadaan segar, tak seberapa lama setelah dipesan. Makanya, saya tak mau masuk ke jaringan ritel modern," ujarny, berbagi rahasia.

Himawati menjual bumbu pecel Cap Jempol Rp 35.000 per kg atau Rp 3.500 per ons. "Dari tiap ons, saya hanya mendapat untung Rp 400," lanjut pengusaha asli Surabaya ini. Namun, karena permintaannya banyak, keuntungan kecil tersebut bisa menjadi besar juga.

Menurut Himawati, produknya terbilang mahal untuk rata-rata harga bumbu pecel di Surabaya. Sebab, ia lebih mementingkan kualitas produk yang terbuat dari hampir 100 persen kacang. "Kalau yang lainnya bisa murah karena dicampur singkong. Sementara, saya benar-benar pakai kacang kualitas nomor satu sehingga produk saya tahan sampai enam bulan," ujarnya.

Tak hanya produk bumbu pecel Cap Jempol yang diminati pembeli luar negeri. Bumbu pecel Karangsari dari Blitar ternyata lebih dahsyat. Sekarang, bumbu pecel ini menembus pasar Belanda, AS, Australia, Hongkong, Arab Saudi, dan sebagainya.

Bumbu pecel Karangsari sudah bertahan selama 30 tahun. "Rasa bumbu pecel Karangsari lezat, makanya banyak yang cocok," ajar Sutanto, pemilik Gracia Trading, pemasar resmi bumbu pecel Karangsari di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Dalam sebulan, Gracia Trading bisa memasok lima ton bumbu pecel Karangsari untuk wilayah Jabodetabek. Omzet rata-rata Sutanto, yang juga mapan sebagai pengusaha toko besi ini, sekitar Rp 100 juta per bulan. "Itu baru untuk pasar tradisional. Kalau sudah masuk pasar modern, ada jalur distribusi sendiri. Kebetulan, saya tidak memegang pemasarannya," lanjut Sutanto yang juga masih kerabat dekat pendiri bumbu pecel Karangsari.

Harga sebungkus bumbu pecel Karangsari ukuran dua ons Rp 4.000. Sementara, harga perkilogram Rp 20.000. "Khusus eceran, ukuran dua ons harganya Rp 7.000," lanjut Sutanto. Dari harga tersebut sebagai pemasar resmi, ia menangguk margin laba sampai 20 persen per bungkus. (Aprillia Ika/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hingga April 2024, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Tembus 20,16 Juta

Hingga April 2024, Jumlah Investor Kripto di Indonesia Tembus 20,16 Juta

Whats New
KA Banyubiru Layani Penumpang di Stasiun Telawa Boyolali Mulai 1 Juni 2024

KA Banyubiru Layani Penumpang di Stasiun Telawa Boyolali Mulai 1 Juni 2024

Whats New
Ekonom: Iuran Tapera Tak Bisa Disamakan Dengan BPJS

Ekonom: Iuran Tapera Tak Bisa Disamakan Dengan BPJS

Whats New
Pertamina-Medco Tambah Aliran Gas ke Kilang LNG Mini Pertama di RI

Pertamina-Medco Tambah Aliran Gas ke Kilang LNG Mini Pertama di RI

Whats New
Strategi Industri Asuransi Tetap Bertahan saat Jumlah Klaim Kian Meningkat

Strategi Industri Asuransi Tetap Bertahan saat Jumlah Klaim Kian Meningkat

Whats New
Baru Sebulan Diangkat, Komisaris Independen Bank Raya Mundur

Baru Sebulan Diangkat, Komisaris Independen Bank Raya Mundur

Whats New
Integrasi Infrastruktur Gas Bumi Makin Efektif dan Efisien Berkat Inovasi Teknologi

Integrasi Infrastruktur Gas Bumi Makin Efektif dan Efisien Berkat Inovasi Teknologi

Whats New
CEO Singapore Airlines Ucapkan Terima Kasih ke Staf Usai Insiden Turbulensi

CEO Singapore Airlines Ucapkan Terima Kasih ke Staf Usai Insiden Turbulensi

Whats New
BTN-Kadin Garap Pembiayaan 31 Kawasan Industri di Jabar

BTN-Kadin Garap Pembiayaan 31 Kawasan Industri di Jabar

Whats New
Pembiayaan Baru BNI Finance Rp 1,49 Triliun pada Kuartal I 2024, Naik 433 Persen

Pembiayaan Baru BNI Finance Rp 1,49 Triliun pada Kuartal I 2024, Naik 433 Persen

Whats New
Asosiasi Pekerja Tolak Pemotongan Gaji untuk Iuran Tapera

Asosiasi Pekerja Tolak Pemotongan Gaji untuk Iuran Tapera

Whats New
TRON Hadirkan Kendaraan Listrik Roda Tiga untuk Kebutuhan Bisnis dan Logistik

TRON Hadirkan Kendaraan Listrik Roda Tiga untuk Kebutuhan Bisnis dan Logistik

Whats New
Asosiasi: Permendag 8/2024 Bikin RI Kebanjiran Produk Garmen dan Tekstil Jadi

Asosiasi: Permendag 8/2024 Bikin RI Kebanjiran Produk Garmen dan Tekstil Jadi

Whats New
Dewan Periklanan Indonesia: RPP Kesehatan Bisa Picu PHK di Industri Kreatif dan Media

Dewan Periklanan Indonesia: RPP Kesehatan Bisa Picu PHK di Industri Kreatif dan Media

Whats New
Pekerja Wajib Ikut Iuran Tapera, Ekonom: Lebih Baik Opsional

Pekerja Wajib Ikut Iuran Tapera, Ekonom: Lebih Baik Opsional

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com