JAKARTA, KOMPAS.com — Di saat pertumbuhan kredit korporasi tersengal-sengal akibat cekikan krisis finansial global, perbankan tak hilang akal untuk menggelindingkan roda bisnisnya. Satu yang menjadi sasaran bidik bank saat ini adalah menggenjot pendapatan melalui produk kartu kredit.
"Kami terus agresif menjual kartu kredit," ujar Agung Laksamana, SPV Marketing Communications and Public Affairs HSBC Indonesia.
Selama ini, bank rajin memberi diskon atau reward untuk mendongkrak transaksi pemegang kartu atau menjaring nasabah baru. Tak hanya itu, belakangan bank-bank juga semakin getol menaikkan plafon nasabah kartu kredit.
Rico Usthavia Frans, Country Marketing Director Citibank, menyatakan, menaikkan plafon kredit adalah hal yang lazim dilakukan bank untuk nasabah yang mempunyai riwayat pembayaran yang baik. "Peningkatan limit bisa 25 persen hingga 50 persen," ujar Rico.
Wajar bila bank lebih suka mengoptimalkan pendapatan kartu kreditnya dari nasabah lama ketimbang berburu nasabah baru yang belum jelas perilakunya. Apalagi, di saat daya beli masyarakat melemah, potensi kredit macet pun menjadi semakin tinggi.
Tapi sebetulnya, jika nasabah selalu melunasi tagihan kartu kredit, keuntungan bank tidak terlalu besar. Bank barangkali berharap, dengan menaikkan plafon, nasabah akan terpacu berbelanja lebih banyak. Alhasil, tagihan akan bergulung dan bank bisa meraih untung lebih banyak dari bunga kredit.
"Kami meningkatkan pendapatan kartu kredit dengan program marketing yang bisa mengerek revolving balance dari pemegang kartu," ujar Mansyur S Nasution, EVP Coordinator Consumer Finance PT Bank Mandiri Tbk. (Ruisa Khoiriyah, Fransiska Firlana/Kontan)