JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah meluncurkan minyak goreng kemasan dengan merek MinyaKita, pemerintah berencana meluncurkan lagi merek untuk beras dan gula kemasan murah. Tujuannya agar harga kedua komoditas tersebut, baik di tingkat produsen maupun pedagang, lebih stabil.
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi bilang, pemerintah perlu membuat merek kemasan murah untuk beras dan gula karena sebagian bahan pangan Indonesia masih berupa komoditas. "Artinya, masih berupa barang mentah yang sebagian besar tanpa kemasan," katanya, akhir pekan lalu.
Tanpa merek dan kemasan, komoditas pangan hanya berupa barang, bukan produk. Ini yang lantas menyebabkan harganya sangat berfluktuasi dan amat sensitif terhadap berbagai faktor eksternal. Salah satunya, acuan harga di pasar internasional.
Untuk menstabilkan harga, pemerintah akan melahirkan merek kemasan murah untuk beras dan gula. Apa lagi, merek juga merupakan modal penting dalam pemasaran produk. "Kalau harus dimulai dari masing-masing perusahaan akan berat, terutama untuk pengusaha kecil," ujar Bayu.
Sama seperti MinyaKita, nantinya, pengusaha boleh memakai secara gratis merek beras dan gula kemasan murah itu. Bahkan, para petani juga bisa menggunakannya.
Cuma, sampai saat ini pemerintah masih memikirkan nama merek untuk kedua komoditas itu. Dalam jangka panjang, pemerintah berkeinginan seluruh produk beras dan gula yang dihasilkan petani dan perusahaan sudah dalam bentuk kemasan dan bermerek. Selain bertujuan menstabilkan harga, langkah ini juga menjamin higienitas produk. "Nantinya akan menguntungkan bagi produsen dan konsumen," kata Bayu.
Namun, Ketua Asosiasi Produsen Gula dan Terigu Indonesia Natsir Mansur berpendapat, merek kemasan murah untuk gula hanya akan menguntungkan konsumen. Secara bisnis, langkah ini malah bisa mematikan produsen komoditas.
Natsir menilai, rencana pemerintah tersebut semata hanya merupakan kebijakan politik. "Sifatnya hanya sesaat saja dan ujung-ujungnya mengorbankan para pengusaha," ujarnya. (Uji Agung Santosa, Anna Suci Perwitasari/Kontan)