Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Subsidi Salah Kaprah

Kompas.com - 06/08/2009, 04:28 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah dinilai telah salah kaprah dalam menerapkan kebijakan subsidi energi. Pemerintah memilih menyubsidi bahan bakar minyak yang lebih mahal dan membiarkan bahan bakar gas yang lebih murah diekspor.

”Harga gas alam cair yang diekspor tidak lebih dari 55 persen harga impor BBM. Artinya, setiap Indonesia menjual gas alam cair, pada saat yang sama harus menambah devisa 45 persen untuk impor BBM. Jadi, kita bukan mendapatkan devisa, justru kehilangan devisa,” ujar pengamat energi, A Qoyyum Tjandranegara, Rabu (5/8) di Jakarta.

Tidak hanya itu, beban biaya yang harus dikeluarkan pemerintah menjadi bertambah karena BBM di dalam negeri dijual dengan harga subsidi.

Sebagai ilustrasi, ketika harga minyak mentah 100 dollar AS per barrel, negara harus mengeluarkan Rp 297,5 triliun untuk impor BBM sebanyak 35,84 juta kiloliter, pendapatan dari ekspor hanya Rp 164,9 triliun. Artinya, negara kehilangan devisa Rp 132,6 triliun. Jika ditambah subsidi BBM Rp 134,7 triliun yang harus dikeluarkan, Indonesia kehilangan Rp 267,3 triliun.

Dalam RAPBN 2010, subsidi BBM dianggarkan Rp 59 triliun dan subsidi listrik Rp 45 triliun. Tahun ini subsidi energi diperkirakan Rp 99 triliun.

Qoyyum, yang mantan Dirut Perusahaan Gas Negara, mengemukakan, pemerintah bisa menghemat anggaran dengan mengalihkan pemakaian gas ke dalam negeri dan menerapkan kebijakan subsidi sebagian.

”Belum semua konsumen dalam negeri sanggup membeli dengan harga ekspor. Supaya produsen tidak dirugikan, pemerintah cukup menyubsidi 40 persen dari harga ekspor,” katanya.

Dengan cara ini, subsidi yang ditanggung pemerintah hanya Rp 66 triliun, menghemat Rp 201 triliun. Masyarakat diuntungkan karena menikmati energi murah, yang harganya hanya 33 persen dibanding harga BBM.

Kuncinya, pemerintah harus menyediakan infrastruktur untuk pemanfaatan gas bumi dari sumber gas yang ada di Natuna, Papua, dan Sulawesi, baik kilang, pipa, terminal penerima gas alam cair, maupun compressed natural gas (CNG).

Sementara, Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi UI M Chatib Basri berpendapat, dalam lima tahun mendatang pemerintah perlu membiasakan masyarakat menggunakan BBM sesuai harga dunia. Pada saat bersamaan, subsidi BBM dibuat lebih tepat sasaran. (DOT/DAY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com