”Basisnya nama dan alamat yang sama. Sebagai contoh, kendaraan milik anak yang masih tinggal di rumah orangtuanya tidak dihitung sebagai kendaraan kedua meskipun alamatnya sama sebab namanya berbeda,” ujar Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Harry Azhar Azis di Jakarta, Kamis (6/8).
Di tempat terpisah, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan Anggito Abimanyu menegaskan, pemerintah tidak akan mengatur pajak kendaraan bermotor hingga pada pembedaan usia kendaraannya karena pemerintah tidak sanggup mengintervensi sejauh itu.
”Jadi, perhitungannya disamakan (baik kendaraan baru maupun lama). Kami tidak bisa mengatur sejauh itu,” ujarnya.
Pajak progresif kendaraan bermotor dinilai merusak citra investasi di bidang otomotif. Meski tidak dikenai ke produsen kendaraan, pajak progresif menyebabkan investor mempertanyakan prospek pemasaran ke depan.
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Bambang Trisulo mengatakan, dampak pajak progresif akan sangat dirasakan oleh konsumen yang membuka bisnis angkutan umum.
Ketidakpastian pasar bisa menyebabkan produsen mengurangi kuantitas produksinya. Akibatnya, investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.
”Terlalu dini menerapkan kebijakan pajak progresif di tengah pertumbuhan industri otomotif. Lebih baik kita berjuang untuk penyebaran penjualan dan perbaikan infrastruktur sehingga konotasinya positif,” katanya.
Padahal, saat ini industri otomotif, termasuk industri komponen, sedang mengalami penurunan.