Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membelah Rejeki dengan Pisau Dapur

Kompas.com - 26/08/2009, 19:24 WIB

KUDUS,KOMPAS.com - Sampai dengan Rabu (26/8), 47 perajin pisau dapur dan berbagai peralatan rumah tangga Desa Tenggeles Kecamatan Mejobo, 4 kilometer timur pusat pemerintahan Kabupaten Kudus kebanjiran pesanan, sehingga sebagian besar perajin mentrapkan tambahan jam kerja hingga 3-4 jam/hari. Atau bekerja sejak pukul 07.00 hingga pukul 22.00.

Banjirnya pesanan, menurut Ketua perajin pisau dapur, peralatan rumah tangga Kridho Taruno Wojo Desa Tenggeles, Anis Fanani, mampu mendongkrak produksi hingga 23 persen. Kemungkinan besar akan bertambah lagi, karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, setiap menjelang hari pertama puasa hingga 15 hari ke depan, pesanan terus men galir dan produksi melonjak hingga 50 persen. Lebih menggembirakan lagi pembayarannya tunai tuturnya.

Karlani (47) perajin pisau dapur menambahkan, dalam beberapa hari terakhir ia memproduksi 15 kodi, atau 300 buah pisau berbagai ukuran. "Saya cukup menyetor kepada pengepul warga Desa Hadipolo, tetangga Desa Tenggeles. Kemudian dijual berbagai daerah di Pulau Jawa hingga Bali,: tuturnya

Sementara ini ia belum membutuhkan bantuan tenaga kerja, cukup ditangani sendiri bersama anak dan isterinya., sehingga setiap kodi mampu meraih keuntungan bersih minimal Rp 5.000.

Pisau dapur produksi perajin Tenggeles, terdiri 17 jenis yang ukuran berbeda dan berbeda pula fungsinya. "Misalnya untuk mengiris sayur hingga mengiris daging. Harganya dari kami cukup Rp 15.500 hingga Rp 45.000/kodi. Entah dijual berapa di pasaran umum," tambah Karlani.

Anis Fanani yang cukup sering menjadi duta Kridho Taruna Wojo, ke ajang pameran, seminar di. Berbagai kota di Jawa, harga jual yang relatif rendah dibanding dengan harga produk China, bukan berarti kalah kualitas.

"Kami memang bermain sesuai pasar, yaitu pasar tradisional hingga ke pasar swalayan. Kami sebenarnya juga sanggup memproduksi pisau-pisau khusus berharga mahal. Sementara ini hanya sejumlah perajin yang memproduksi sesuai pesanan. Salah satu diantaranya masih dalam proses pengerjaan, harganya Rp 1,5 juta untuk sebuah pisau," paparnya.

Semula di Desa Hadipolo dan Tenggeles yang dikenal sebagai sentra pande besi, memiliki 183 unit usaha, namun karena kesulitan bahan baku, harga mahal dan harga bahan bakar minyak naik, maka sampai dengan Rabu (26/8) tinggal 47 unit. Sebagian besar perajin beralih profesi menjadi pemulung besi rongsokan

Dari 47 unit usaha tersebut bergerak di bidang pembuatan pisau dapur, peralatan rumah tangga (misalnya serok terbuat dari alumunium), menyusul cangkul, sabit, gunting dan sebagainya.

Kepala Dinas Perindustrian, Koperasi dan UMKM Kudus, Djoko Indratmo yang ditemui di ruang kerjanya, berencana menjadikan Desa Tenggeles sebagai klaster pande besi. Jika Desa Padurenan Kecamatan Gebog berhasil menjadi klaster bordir dan konveksi, maka tahun anggaran 2010 kami akan beralih dan mengembangkan Desa Tenggeles,

Menurut Anis Fanani, tanpa dukungan dari pemerintah kabupaten Kudus yang dianggap jauh tertinggal dengan sejumlah kabupaten di bekas Karesidenan Surakarta, sekarang ini Desa Tenggeles sebenarnya sudah menjadi klaster pisau dapur dan alat rumah tangga.

"Kami sebenarnya butuh dukungan pemasaran dan teknologi. Misalnya teknologi tepat guna yang diberikan Universitas Muria Kudus, seperti peleburan alumunium, pengkilap logam, pengasah pisau, sangat membantu perajin," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com