Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: KPK Harus Tangani Kasus Century

Kompas.com - 01/09/2009, 15:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesian Corruption Watch (ICW) mempertanyakan kebijakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mengambil alih Bank Century akibat kolaps dengan menambah modal bank Century hingga Rp 6,76 triliun. ICM menilai ada banyak kejanggalan dalam proses itu.

"KPK harus membuka kembali kasus Century," ujar Koordinator ICM Danang Widoyoko saat jumpa pers di Kantor ICW Jakarta, Selasa (1/9). Ikut hadir dua anggota ICW, Yanuar Rizky dan Febrdiyansyah.

Danang menjelaskan, kebijakan pengambilalihan Century oleh LPS dipertanyakan mengingat tidak ada situasi yang membenarkan penyelamatan tesebut merupakan bagian dari kebijakan sistemik BI menghadapi krisis finansial global.

"Tidak ada ancaman rush atau penarikan dana secara tiba-tiba di perbankan Indonesia. Bank Century juga bukan bank ritel yang memiliki banyak nasabah dan kantor cabang," ungkapnya.

Selain itu, papar dia, sebagian dana yang dihimpun oleh Bank Century ternyata diinvestasikan ke surat-surat berharga yang tidak ada nilainya atau aset bodong. Dengan demikian, sejak awal bisa diperkirakan bahwa LPS pasti akan merugi karena suntikan dana untuk penyehatan perbankan tidak akan sebanding dengan aset yang diambil alih.

Yanuar menjelaskan, kebijakan penyelamatan Bank Century oleh negara tanpa pengawasan. Dana dari APBN yang dikumpulkan dari para pembayar pajak akan dipergunakan untuk memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh praktik korupsi.

"Kasus ini seperti skandal BLBI yang utang BLBI harus ditanggung negara melalui pajak. Bukan tidak mungkin skandal Bank Century bisa jadi BLBI jilid II bila LPS kemudian meminta dana dari negara," tegasnya.

Masalah lain, lanjut dia, proses penyehatan Bank Century dilakukan secara tertutup atau tidak ada informasi daftar nasabah yang dijamin oleh LPS sehingga dapat memicu korupsi dalam pencairan dana nasabah. "Ketika bank terima dana dari pajak, bank harus transparan membuka nasabah yang mencairkan dana," tutur dia.

Laporan keuangan Bank Century, ucap Yanuar, menunjukkan, selama 6 bulan di tahun 2009 terjadi penurunan kewajiban nasabah dalam bentuk giro dan deposito, yaitu dari Desember 2008 sebesar Rp 10,8 triliun menjadi Rp 5,1 triliun pada Juni 2009.

"Jadi selama 6 bulan terjadi penarikan dana nasabah dalam jumlah besar. Tidak ada informasi kepada publik, padahal penarikan dana dalam jumlah besar berpotensi merugikan negara," ucapnya.

KPK harus tangani

Dalam kesempatan sama Febridiansyah menjelaskan, jika terdapat indikasi korupsi dalam kasus Century, KPK merupakan lembaga yang paling dipercaya untuk menangani kasus tersebut. "Penanganan oleh KPK paling tepat karena kegagalan kejaksaan dan kepolisian tangani proses hukum BLBI," tegasnya.

Selain itu, kata dia, ICW mendukung langkah audit yang dilakukan BPK, terutama untuk menilai secara obyektif kebijakan pemerintah dalam penyelamatan perbankan.

"Pemerintah harus transparan siapa sebenarnya pemilik Bank Century. Transparansi tentang informasi nasabah penting karena praktik korupsi diduga terjadi dalam kasus pencairan dana nasabah," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Pertanyaan Umum tapi Menjebak dalam Wawancara Kerja, Apa Itu dan Bagaimana Cara Jawabnya?

Work Smart
Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Menko Airlangga soal Kondisi Geopolitik Global: Belum Ada Apa-apa, Kita Tenang Saja...

Whats New
Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Perdana adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Apa Dampak Konflik Iran-Israel ke Industri Penerbangan Indonesia?

Whats New
HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

HUT Ke-35 BRI Insurance, Berharap Jadi Manfaat bagi Masyarakat

Rilis
Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Menperin Siapkan Insentif untuk Amankan Industri dari Dampak Konflik Timur Tengah

Whats New
Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Respons Bapanas soal Program Bantuan Pangan Disebut di Sidang Sengketa Pilpres

Whats New
Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Freeport Indonesia Catat Laba Bersih Rp 48,79 Triliun pada 2023, Setor Rp 3,35 Triliun ke Pemda Papua Tengah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com