Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Ducati Melakukan Pendekatan Komunal

Kompas.com - 15/10/2009, 10:20 WIB

KOMPAS.com - Sebelum tahun 1996, Ducati, produsen sepeda motor premium asal Bologna, Italia, sempat mengalami masalah serius. Penjualan terus digerogoti oleh kompetitor, terutama produsen dari Jepang, Eropa dan Amerika. Ditambah lagi karena kesulitan cash flow, banyak supplier yang tidak bisa dibayar. Pengiriman barang ke konsumen tersendat bahkan sampai tidak mampu lagi untuk dilaksanakan. Kualitas produk juga terus memudar. Di masa itu, bisnis memang sangat susah sehingga pemiliknya harus melego assetnya ke Texas Pacific Group (TPG), perusahaan private equity dari Amerika.

Setelah masuk mengambil alih Ducati, TPG langsung menaruh bekas konsultan McKinsey, Frederico Minoli, untuk posisi CEO yang bertugas untuk melakukan gebrakan turnaround di perusahaan. Langkah yang dilakukan setelah tahun 1996, bisa dilihat dari beberapa aspek namun dari kesemua yang dilakukan, mulai dari perluasan portofolio, pemangkasan jaringan distribusi, dan aktivitas branding yang dilakukan, satu yang menjadi benang merah adalah orientasinya yang komunal.

Minoli ketika itu bertujuan untuk mengambil kembali konsumen yang lari ke pesaing dan sekaligus memperbesar basis konsumen yang ada. Bagaimana caranya? Menggunakan basis pelanggan (Minoli menyebutnya ’fans’) yang ada yang terbukti loyal dan mengkomunitaskan mereka kedalam sebuah wadah yang dinamakan Ducatisti.

Di sini Minoli percaya bahwa Ducati bukanlah sebuah motor, namun sebuah pengalaman mengendarai motor. Seperti yang ia katakan ”Cita-cita saya adalah untuk membawa Ducati dari ’logam bermekanik’ ke entertainment dan experience, dari motorcycle ke motorcycling.” Sejak tahun 1997, Ducatisti mulai berkeliaran ke mana-mana, dan mereka memang pada dasarnya bukan hanya pengendara sepeda motor premium, tapi mereka adalah fans yang menggunakan aksesoris dan merchandise yang bermerek Ducati.

Ducatisti ini menjadi komunitas tersendiri. Komunitas penggemar (‘fans’) Ducati, yang terkumpul dari mana-mana, bukan saja pembeli, namun juga karyawan di dalam perusahaan dan para dealer. Bahkan ketika Ducati membuka flagship store-nya di New York, orang-orang awam mungkin terkejut karena di sana tidak ada SPG karena yang ada malah tenaga ahli yang telah berpengalaman lama di dalam dunia motor, yang ternyata adalah anggota komunitas Ducatisti.

Langkah strategis lainnya adalah pembentukan Desmo Owners Club (DOC) yang dibuat bersama Ducatisti, sebagai referensi utama untuk pooling para fans yang tergila-gila dengan motor Desmodromic yang merupakan ciri khas Ducati. Klub yang non-profit ini juga ditujukan untuk mengkonek anggota yang memiliki interest dan antusiasme yang sama mengenai merek Ducati. Dengan masuk ke DOC ini, anggota bisa kenalan dengan anggota lain, berpartisipasi dengan event-event yang diselenggarakan, dan mendapat benefit dari layanan ekslusif, mulai dari diskon merchandise sampai tiket Superbike Championship.


Perluasan Portfolio Produk

Satu hal yang juga dilakukan oleh Minoli adalah pembenahan produk portofolio. Di masa restrukturisasi bisnisnya, di akhir tahun 1990an Ducati semakin kerja keras untuk membenahi produknya, bukan saja dengan meluncurkan model baru, namun juga melakukan inovasi baru dari segi teknis dan desain sehingga dapat menonjolkan keunikan yang lebih solid ketika dilawan oleh pesaing dari Jepang (yang bermain di mass market seperti Honda, Suzuki, Yamaha, dan Kawasaki), Eropa (yang bermain di kelas premium seperti BMW dan Triumph), dan juga Amerika (Buell dari Harley Davidson).

Perluasan portfolio ini termasuk langkah agresif untuk main di produk yang bermargin tinggi. Maka dari itu, Ducati melakukan ekspansi dari produk motor (di lini kategori naked, superbike, sport touring, dan dual) ke produk komplementer yang terkait dengan motor seperti aksesoris motor dan apparel, yang mana keduanya menjadi kebutuhan Ducatisti. Produk-produk dibawah Ducati Gear ini diproduksi dengan berkolaborasi dengan perusahaan Dainese, yang membuat jaket kulit untuk balapan, sarung tangan, sepatu, helm, t-shirt, topi, dan memorabilia lainnya.

Untuk memproduksi itu semua, langkah yang dilakukan Ducati pada saat itu adalah lewat pembangunan platform untuk kolaborasi dengan supplier. Dalam hal ini, biaya produksi dan logistik sebesar 85% di outsource ke pihak ketiga. Dengan ini, Ducati pada akhirnya hanya fokus di design, perakitan mesin dan motor, dan quality test. Beberapa komponen baru yang ditambahkan untuk motornya di co-develop dan co-create bersama dengan supplier dan Ducatisti lewat platform yang dimiliki.

Untuk mendekatkan diri dengan konsumen dan memaksimalkan penjualan di tingkat ritel, Ducati ketika itu juga memangkas Jumlah dealer dari 165 (pada tahun 1996) menjadi 61 (pada tahun 2000). Sebagai langkah restrukturisasi biaya, jumlah dealer yang dikurangi digantikan oleh internet. Jaringan distribusi melalui online dan offline ini merupakan gebrakan yang berani mengingat langkah tersebut dipandang radikal. Meskipun demikian, produk mereka, MH900e, merupakan sepeda motor pertama di dunia yang diluncurkan dan dijual lewat internet dan terbukti menjadi sukses ketika itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com