Agustinus Handoko
Dalam perkembangannya, sering terjadi perkawinan silang antara domba garut dengan domba jenis lainnya. Akibatnya, kualitas domba yang dihasilkan terus menurun, salah satu indikasinya adalah postur yang semakin kecil.
Atas kondisi itu, timbul keprihatinan dari sejumlah kalangan. Perlu diupayakan pemurnian kembali gen domba garut. Salah seorang dari sedikit kalangan yang tergerak untuk mengembalikan kemurnian gen domba garut adalah Rahmat Priatna.
”Bobot hidup domba garut yang asli bisa mencapai 60 kilogram per ekor pada usia satu tahun. Namun, bobot hidup domba lokal atau hasil perkawinan silang domba garut yang tidak murni lagi paling-paling hanya 30 kilogram,” kata Rahmat.
Awal perkenalan Rahmat dengan domba garut dimulai tahun 2000 ketika ada warga yang hendak memelihara domba garut, tetapi tidak memiliki modal sama sekali. Bermodalkan lahan kosong yang dimilikinya di Ciampea, Cimande, Bogor, Rahmat lalu membelikan domba garut asli untuk warga tersebut.
”Awalnya saya beli 3 pejantan dan 11 betina. Ketiga domba jantan adalah legenda kontes di Jawa Barat yang memang berasal dari keturunan yang bagus,” kata Rahmat. Domba-domba jantan yang bernama Lipur, Dewa, dan Bagja itu dibeli dari seorang pemilik di Garut, dengan harga Rp 4 juta per ekor. Adapun setiap domba garut betina dibeli dengan harga Rp 1 juta-Rp 1,5 juta.
Ternyata warga yang meminta modal beternak itu tak sanggup melakukan budidaya dan mengembalikannya kepada Rahmat. ”Daripada saya jual lagi, saya putuskan memelihara sendiri domba-domba itu,” katanya.
Dengan memelihara sendiri domba menjelang masa pensiunnya dari sebuah badan usaha milik negara, Rahmat mengetahui seluk-beluk domba garut. Dia mempelajari sendiri teknik budidaya dari para pemilik domba garut kontes. ”Saya kemudian tahu, ternyata domba garut yang asli memang memberikan keuntungan ekonomi yang sangat besar bagi peternaknya. Domba garut yang tidak asli justru merugikan karena hasilnya tidak akan sesuai dengan jerih payah yang sudah dilakukan para peternak selama memelihara,” kata Rahmat.
Melihat kenyataan itu, Rahmat lalu memulai proses pemurnian gen domba garut ketika memasuki masa pensiun pada tahun 2002. Waktu Rahmat kemudian tercurah seluruhnya untuk mempelajari dan mempraktikkan pemurnian atau pemuliaan gen domba garut yang asli.