Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realisasi Paksa Badan Dipertanyakan

Kompas.com - 17/01/2010, 16:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan DPR RI dari Komisi XI mempertanyakan pelaksanaan paksa badan atas pemegang saham eks bank yang dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Para pemegang saham tersebut harus mengembalikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikucurkan sejak tahun 1997 sekitar Rp 2,297 triliun. 

"Pada pembicaraan terakhir antara kami (Komisi XI) dan pemerintah ditegaskan bahwa pemerintah harus menggunakan paksa badan pada obligor yang tidak koorperatif. Kalau sampai saat ini belum dilaksanakan juga, maka kami akan memanggil pemerintah dalam waktu dekat untuk mengetahui alasannya," ungkap Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng di Jakarta, Minggu (17/1/2010)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan memastikan sulit menagih empat dari delapan pemegang saham eks BPPN karena keempatnya sudah berada di luar negeri. Pemerintah hanya bisa berharap ada pengembalian dana dari aset-aset yang masih ada di dalam negeri tanpa bisa berharap untuk bisa memaksa badan para pemegang saham itu.

"Dari delapan (pemegang saham bank eks BPPN yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan) itu ada yang sudah di luar (luar negeri). Sinivasan, Agus Anwar, Lidia Mochtar, dan Atang Latief," ujar Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan, Hadiyanto.

Kedelapan pemegang saham tersebut merupakan kelompok penerima BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang disalurkan pemerintah dalam rangka menyelamatkan sistem perbankan nasional yang ditekan krisis keuangan dan moneter 1997. Penagihan BLBI atas kedelapan orang itu ditangani langsung oleh Kementerian Keuangan.

Marimutu Sinivasan adalah pemegang saham Bank Putera Multi Karsa, adapun Lidia Mochtar adalah pemilik Bank Tamara, Atang Latief dari Bank Bira, dan Agus Anwar dari Bank Pelita Istismarat. Empat pemegang saham lainnya adalah James Januardy dan Adisaputra Januardy dari Bank Namura Internusa, Omar Putihray dari Bank Tamara, dan Ulung Bursa dari Bank Lautan Berlian. 

Utang James Januardy dan Adisaputra Januardy sudah dianggap lunas, mereka melunasi semua utangnya plus biaya administrasi Panitia Urusan Piutang Negara senilai 10 persen dari total tunggakan pada Januari 2009. Saat itu, total uang tunai yang masuk ke kas negara baru sebesar Rp 303 juta. Ini jauh lebih kecil dibandingkan total utang Rp 2,297 triliun dari kedelapan pemegang saham itu. 

"Paksa badan hanya bisa dilakukan jika seluruh proses persiapannya lengkap. Syarat utama paksa badan adalah orang yang ditagih ada di wilayah hukum Indonesia. Harus diidentifikasi, apakah orangnya ada di dalam negeri atau tidak. Sebab beberapa obligor sudah tidak ada di Indonesia. Sulit melakukan paksa badan kalau orangnya sudah di Singapura, misalnya. Intinya, paksa badan hanya akan kami lakukan kalau berdasarkan perhitungan akan efektif dalam penagihannya," ujar Hadiyanto.

Di luar delapan pemegang saham yang diproses di Depkeu, masih ada 16 obligor yang ditangani Polri dan Kejaksaan Agung, masing-masing delapan orang. Tim Pengawas Penyelesaian Kasus BLBI DPR pernah melanjutkan pengawasannya atas delapan obligor yang ditanga ni Kejaksaan Agung karena lembaga ini mengaku kesulitan menemukan data pendukung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com