Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nisab dan Harga Emas

Kompas.com - 09/08/2010, 21:49 WIB

Tanya: Untuk mengeluarkan zakat biasanya ada ukuran (nisab) tertentu kapan harta tersebut sudah termasuk wajib zakat. Akan tetapi, masalahnya harga emas terkadang sering naik dan turun. Bagaimana soal mengeluarkan zakat ini jika dihubungkan dengan nisab emas (yang terkadang naik-turun harganya)? Lalu mengapa adanya utang mengurangi besarnya harta yang harus yang harus dizakati? (Abi, Jakarta) Jawab: Ada beberapa cara kita dalam mengeluarkan zakat:

1. Langsung mengeluarkannya pada saat kita menerima sesuatu penghasilan atau pendapatan. Misalnya, kita menjual sebidang tanah dengan harga sama atau melebihi nisab (senilai 85 gram emas), maka pada saat kita menerima pembayaran langsung keluarkan 2,5 persen zakatnya dengan menyesuaikan harga emas yang berlaku.

Atau misal, kita mengerjakan proyek yang selesai bulan Desember 2009, tetapi pembayarannya baru kita terima bulan Juni 2010. Maka pada bulan Juni 2010 itu pula kita mengeluarkan zakatnya. Harga emas yang berlaku bulan Juni 2010 menjadi ukuran nisabnya.

2. Ada pula zakat yang kita keluarkan setahun sekali yakni zakat tijarah (harta perdagangan). Bila awal tahun perdagangannya pada bulan Januari 2009, maka jika sampai bulan Januari 2010 seluruh aset harta perdagangan telah sampai nisab ( sama atau lebih dari 85 gr. emas) wajib baginya dikeluarkan zakat 2,5 persen. Standar harga emasnya pada bulan Januari 2010.

Sedangkan mengenai utang, termasuk kebutuhan untuk memenuhi biaya hidup: makan, pengobatan, dan hal pokok lain dikurangkan terhadap kewajiban zakatnya. Maksudnya, utang di dalam harta yang wajib dizakati harus dikeluarkan dahulu (untuk dilunasi). Utsman bin Affan, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ubaid dan Said bin Yazid ( Fikih Zakat, Yusuf Qardhawi, h. 57), pernah berpidato di hadapan para sahabat, ’’Siapa yang mempunyai utang, bayarlah terlebih dahulu, baru kemudian keluarkan zakatnya’’.

Tidak ada seorang sahabat pun yang mengingkari pidato Utsman bin Affan tersebut. Mereka menyetujui dan menyepakatinya. Demikian pula jumhur (mayoritas) ulama berpendapat sama seperti pendapat itu (lihat misalnya kitab Al Amwal/ h.437 dan At Takhlis/ h.178). (Tim Dompet Dhuafa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com