Kedua, menjadi sumber dana jika pemerintah menganggap perlu ada tambahan anggaran senilai maksimal Rp 10 triliun pada tahun 2011. Ketiga, digunakan untuk membayar tunggakan subsidi listrik tahun 2010 yang besarnya masih diperhitungkan.
”Tambahan subsidi listrik pada tahun 2010 memang terjadi karena PLN melakukan berbagai upaya untuk menghindari pemadaman listrik dan kombinasi bahan bakarnya,” tutur Anny.
Sementara itu, Direktorat Jenderal Pajak berharap pengelolaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) oleh pemerintah kabupaten/kota mulai 1 Januari 2011 berjalan lancar.
”Apabila masih diperlukan pembahasan lebih lanjut tentang pelaksanaan pengelolaan BPHTB, pemda dapat berkoordinasi dengan kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau kantor pelayanan pajak setempat,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak M Iqbal Alamsyah.
Pemda yang belum memiliki perda tentang BPHTB diharapkan dapat segera menyelesaikan perda dimaksud.
Mulai 1 Januari 2011, pengelolaan BPHTB dialihkan dari pemerintah pusat (Ditjen Pajak) kepada pemda. Pengalihan itu merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Berdasarkan Pasal 180 UU itu, pemerintah daerah kabupaten/ kota dapat memungut BPHTB setelah memiliki dasar hukum daerah, yaitu perda.
Sebelumnya, Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Herry Purnomo, yang juga Dirjen Perimbangan Keuangan, mengungkapkan, hingga awal Desember 2010, baru sekitar 52 daerah yang telah menyiapkan perda dan 142 daerah dalam proses pembahasan dan evaluasi perda. Masih ada 14 daerah yang belum menyusun perda dan 283 daerah yang belum memberikan informasi.