Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Migrant Care: Kalau Mau Serius, Jangan Cuma Bisa Komentar

Kompas.com - 12/01/2011, 03:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah, Selasa (11/1), mendesak pemerintah tidak sekadar mengawal dan mengikuti kasus penganiayaan yang menimpa seorang tenaga kerja Indonesia, Sumiati binti Salan Mustapa (23), di pengadilan di Arab Saudi.

Seperti diwartakan, Sumiati terluka berat di sekujur dan patah tulang di beberapa bagian tubuh. Itu adalah akibat siksaan sadis yang dilakukan majikan perempuannya saat Sumiati bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi.

Pada Senin lalu sebuah pengadilan di Madinah, Arab Saudi, mengganjar vonis penjara tiga tahun bagi majikan Sumiati. Vonis itu dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Hal ini menimbulkan kejengkelan dari kelompok pembela TKI. ”Upaya banding mutlak dilakukan pemerintah. Kasus ini harus bisa menjadi contoh, apalagi sebelumnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono malah merespons kasus itu secara khusus,” ujar Anis.

Presiden harus membuktikan secara konkret komitmen pemerintah melindungi warga negaranya yang bekerja di luar negeri. ”Dengan demikian, tidak terkesan sekadar merespons, seperti saat berkomentar tentang banyak isu lain, termasuk kasus video porno artis terkenal Indonesia,” ujarnya.

”Jangan bertindak sebatas berkomentar lalu sama seperti kasus-kasus lain, malah jadi bertindak lembek di tengah jalan, apalagi jika perhatian masyarakat sudah sepi dan beralih. Kalau mau konkret, perjuangkan MOU (nota kesepahaman) perlindungan TKI antarpemerintah (G to G). Arab Saudi selalu menolak, padahal MOU itu penting untuk melindungi TKI kita,” kata Anis.

Dalam MOU bisa diatur berbagai prinsip soal perburuhan, seperti jaminan keselamatan, kesehatan, upah yang layak, dan jam kerja. Aturan dalam MOU juga bisa disesuaikan dengan berbagai kovenan ataupun aturan internasional, yang harus dipatuhi berbagai negara.

Ajukan banding

Sementara itu, pihak majikan, yang namanya tidak disebutkan di laporan media massa setempat, divonis berdasarkan aturan hukum kerajaan terkait perdagangan manusia (human trafficking). Menanggapi itu, konsul Indonesia di Arab Saudi, Didi Wahyudi, menyatakan pemerintah Indonesia akan mendesak hukuman yang jauh lebih keras.

”Kami keberatan dengan keputusan hakim yang terlalu ringan dibandingkan dengan ancaman hukuman maksimal. Putusan itu tidak sebanding dengan penderitaan yang dialami Sumiati karena penyiksaan itu,” kata Didi.

Sumiati tiba di Arab Saudi pada Juli 2010 untuk bekerja. Belakangan majikan Sumiati menyiksanya. Dia dipukuli, juga disetrika di bagian kepala, dan bahkan ditusuk serta disayat di bagian wajah dengan menggunakan gunting.

Pekan lalu Sumiati dihadirkan di pengadilan di Madinah itu. Walau kondisinya terbilang sudah lebih baik, Sumiati masih harus menjalani sejumlah operasi. Peneliti dari Human Rights Watch untuk wilayah Timur Tengah, Christoph Wilcke, menyambut baik perhatian besar yang muncul terhadap kasus itu.

(BBC/AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com