Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waduh, Industri Pilih Kurangi Buruh!

Kompas.com - 14/01/2011, 07:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kalangan industri, khususnya industri tekstil dan produk tekstil, akan memilih mengurangi jumlah pekerja. Langkah efisiensi itu diambil jika kebijakan pemerintah tetap diterapkan, yaitu ketika PT Perusahaan Listrik Negara menghapus batas maksimal kenaikan tarif listrik (capping) industri sebesar 18 persen per 1 Januari 2011.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Deddy Widjaja, Kamis (13/1/2011) di Bandung, mengatakan, kalangan industri tekstil dan produk tekstil di Kabupaten Bandung harus melakukan efisiensi jika tarif listrik industri itu dinaikkan. Langkah efisiensi paling mudah ialah mengurangi jumlah karyawan, terutama buruh berstatus kontrak atau alih daya (outsourcing).

”Pemutusan hubungan kerja memang selalu dihindari. Namun, biasanya, jika keuangan perusahaan sudah memburuk, tidak ada pilihan selain merumahkan sebagian buruh untuk sementara,” ujarnya.

Deden Sawega, pemilik CV Sandang Makmur Lestari di Majalaya, mengatakan, jika pembayaran tagihan listrik meningkat hingga 30 persen, harus ada komponen biaya operasional lain yang ditekan. Selain tenaga kerja, industri tekstil biasanya juga mengurangi volume produksi.

Industri garmen, terutama yang berskala kecil seperti di Majalaya, biasa merumahkan sementara sejumlah buruh jika ada pengurangan volume produksi. ”Kalau produksi sudah normal, mereka biasanya akan dipanggil lagi. Jika tidak seperti ini, usaha bisa benar-benar kolaps,” tutur Deden.

Menurut Deddy, sesuai dengan kesepakatan, pelaku industri tidak menaikkan harga, khususnya produk ekspor. ”Dulu kesepakatannya pembatasan tanpa embel-embel batas waktu. Sekarang, tanpa edaran, tanpa pemberitahuan, tiba-tiba pembatasan dihapuskan,” kata Deddy.

Penyesuaian harga

Kenaikan sepihak tarif listrik untuk industri ini membuat kalangan industri kesulitan menyesuaikan harga jual. Menurut Deddy, industri memerlukan waktu persiapan minimal tiga bulan untuk bisa memperhitungkan kenaikan biaya listrik terhadap harga jual produk. Apalagi, untuk produk ekspor, biasanya kesepakatan harga dilakukan jauh-jauh hari.

”Kalau begini, pengusaha yang harus menanggung kerugian karena harga belum naik. Padahal, bulan Januari ini biaya listrik sudah naik,” kata Deden.

Sekretaris Asosiasi Pertekstilan Jawa Barat Kevin Hartanto menyatakan kekecewaannya karena dalam waktu enam bulan tarif listrik naik dua kali. Kondisi ini semakin mengancam daya saing produk lokal. Industri nasional semakin tertekan, apalagi baru-baru ini pemerintah memberlakukan peraturan baru bea masuk bahan baku tekstil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com