Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Roda Ekonomi "Semar Mendem"

Kompas.com - 16/01/2011, 08:49 WIB

Budi Suwarna dan Yulia Sapthiani

KOMPAS.com — Jajanan pasar, makanan yang sering dianggap ”ndeso” itu, memutar roda perekonomian rakyat. Tengok saja Pasar Subuh Senen yang beromzet rata-rata Rp 1 miliar semalam. Kini, jajanan pasar bertransformasi, bergaul dalam kehidupan urban dan melenggang ke mal.

Malam kian larut. Namun, Pasar Subuh Senen tambah ramai. Pedagang dan pembeli tumplek blek di antara lapak-lapak berisi tumpukan berjenis-jenis kue di emperan dan lorong blok II, III, dan IV Pasar Senen.

Inilah ”surga” bagi penggemar jajanan pasar di Jakarta. Bayangkan, hampir semua jenis kue pasar yang mungkin kita kenal ada di sini. Mulai dari lemper, klepon, cenil, bika ambon, putu mayang, bugis, talam, wajik, ongol-ongol, hingga semar mendem. Kue yang dulu tidak dijual di pasar tradisional, seperti tar, black forest, dan tiramisu, kini juga tersedia di pasar subuh.

Di sanalah Rudianto Herman (58) berjualan kue tar, bolu, dan karamel sejak 1982. Dia berjualan kue lantaran usaha konstruksinya mundur. Sejak saat itu, setiap malam hingga pagi menjelang, dia terjaga di pasar subuh. Ritme hidupnya berubah. Siang jadi malam, malam jadi siang. Itu semua dia lakoni karena usaha ini menopang ekonomi keluarga. Setiap malam, omzet penjualan kuenya rata-rata Rp 3 juta dengan keuntungan 10-20 persen. Pada akhir pekan, omzet naik dua kali lipat. ”Menjelang Lebaran, omzet berlipat tiga hingga lima kali.”

Dari usaha ini, dia bisa menyekolahkan tiga dari empat anaknya hingga perguruan tinggi. Dia sempat mengirim anak tertuanya kuliah di Oklahoma, Amerika Serikat. ”Tapi, ketika krisis ekonomi 1998, saya tarik lagi. Dollar melambung tinggi. Saya tidak tahan,” katanya.

Di sudut lain, Mamik (38) berjualan lapis legit dan roti surabaya sejak 1992. Dia berebut rezeki dengan pedagang lemper, pastel, wajik, dan sebagainya. ”Alhamdulillah, dari usaha ini keluarga saya bisa hidup,” ujar Mamik yang mengaku omzet penjualan kuenya rata-rata Rp 2 juta per hari.

Memasuki pasar yang ramai menjelang tetesan embun pertama turun itu, kita akan menyaksikan semangat wong cilik untuk memperjuangkan hidup. Tanpa gembar-gembor soal target pertumbuhan, pedagang kue subuh sanggup memutar roda perekonomian rakyat. Rudianto mengatakan, uang yang beredar setiap malam dari bisnis kue setidaknya Rp 1 miliar.

Perhitungannya sederhana. Di Pasar Subuh Senen, ada 300-an pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Kue Subuh Senen (PPKSS), masing-masing beromzet Rp 3 juta. "Kami belum menghitung omzet pedagang lain yang tidak tergabung di PPKSS,” ujar Rudianto, Ketua PPKSS.

Bisnis ini juga menciptakan rantai ekonomi yang panjang. Sebelum kue pasar itu sampai ke konsumen akhir, mereka ”bersentuhan” dengan periuk nasi banyak orang, mulai dari kuli panggul, tukang ojek, jasa pengantar, hingga pengecer kue.

Begitulah, pasar subuh seperti lampu neon terang pada malam gelap yang mampu menarik kawanan laron untuk berkumpul. Ini tidak hanya terlihat di Pasar Subuh Senen, tetapi juga pasar subuh di kawasan Blok M. 

Transformasi ”jirem”

Itu sebabnya pedagang seperti Rudianto dan Mamik tidak pernah khawatir bisnis kue pasar akan meredup. Pasalnya, kue macam ini sudah jadi santapan sehari-hari berbagai kalangan dari wong ndeso sampai orang kota. Kue pasar ada di meja makan keluarga, di tengah pesta, dan di meja rapat perusahaan besar.

Kini, setelah bergaul dengan selera urban, kue pasar mengalami transformasi. Dulu, kue dibuat dengan ukuran besar sehingga lahir istilah jirem (siji marem) di masyarakat Jawa dan jibeuh (hiji seubeuh) di masyarakat Sunda. Maksudnya sama, makan satu sudah bikin kenyang.

Sekarang, ukuran dirancang sesuai selera masyarakat urban yang serbapraktis dan tak mau repot. Kue dibikin dalam ukuran kecil agar bisa masuk ke mulut dalam sekali santap. Seturut dengan itu, pebisnis kue, terutama yang menyasar kelas menengah atas, menyematkan citra baru buat kue pasar.

Gerai Monami, misalnya, memberi label di kemasan kue pasarnya dengan tulisan ”Hidangan praktis, sajian prestise”. Dengan label ini, orang-orang kaya dan kosmopolit tidak perlu takut dibilang ndeso jika menyantap klepon dan talam ubi produksi Monami.

Sebagian konsumen, terutama anak muda, kemudian membuat istilah Inggris buat beberapa kue. Semar mendem, misalnya, jadi the drunken semar. Asal tahu saja, mendem dalam bahasa Jawa berarti mabuk. Serabi notosuman yang sering dijinjing penumpang pesawat sebagai oleh-oleh disebut the flying serabis.

Dengan citra barunya itulah ”habitat” jajanan pasar meluas dari pasar tradisional ke gerai-gerai modern yang namanya berbau Perancis, seperti Monami atau Le Gourmet. Kue itu bahkan melenggang ke mal-mal elite dan mengilap di Jakarta, seperti Senayan City, Mal Pondok Indah II, Central Park, dan Mal Plaza Senayan. Ketika citranya bergeser, harganya pun naik. Kue bugis yang di Senen paling mahal Rp 700 per potong, di mal dijual Rp 4.500.

Bagaimana kue pasar bertahan di tengah derasnya intrusi makanan semacam burger dan kawan-kawannya?

Murdijati Gardjito, Staf Ahli Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, mengatakan, warga kota besar, seperti Jakarta, semakin sadar untuk mengetahui riwayat makanan yang mereka makan demi alasan kesehatan. "Nah, makanan yang mereka tahu riwayat bahannya itu, ya, makanan ibu. Kalau makanan impor, mereka belum tentu tahu bahannya apa," ujarnya.

Tren ini, menurut Murdijati, juga terjadi di banyak negara sejak 10 tahun lalu. Alasannya tidak semata-mata kesehatan, tetapi juga politik. Makanan tradisional mereka jadikan alat untuk meredam serbuan fast food, si anak kandung kapitalisme global.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, tapi Rugi Terus

Whats New
Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Tol Japek II Selatan Diyakini Jadi Solusi Kemacetan di KM 66

Whats New
Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Punya Gaji Tinggi, Simak Tugas Aktuaris di Industri Keuangan

Whats New
Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Nasib BUMN Indofarma: Rugi Terus hingga Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Pembatasan Pembelian Pertalite dan Elpiji 3 Kg Berpotensi Berlaku Juni 2024

Whats New
OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

OJK Sebut 12 Perusahaan Asuransi Belum Punya Aktuaris

Whats New
OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

OJK Cabut Izin Usaha BPR Syariah Saka Dana Mulia di Kudus

Whats New
Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Ada Indikasi TPPU lewat Kripto, Indodax Perketat Pengecekan Deposit

Whats New
Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Produk Petrokimia Gresik Sponsori Tim Bola Voli Proliga 2024

Whats New
OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

OJK Sebut Perbankan Mampu Antisipasi Risiko Pelemahan Rupiah

Whats New
Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan hingga Stabilitas Geopolitik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com