Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Pasar Perdana Vs Pasar Sekunder

Kompas.com - 27/02/2011, 04:06 WIB

Oleh Elvyn G Masassya/praktisi keuangan

Anda yang berinvestasi di pasar modal pasti mengenal istilah pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah ketika investor membeli saham pada saat belum diperdagangkan alias membeli saham IPO (initial public offering). Sedangkan pasar sekunder adalah tempat membeli ketika saham sudah diperdagangkan.

Pertanyaannya, lebih menguntungkan mana, membeli saham di pasar perdana atau di pasar sekunder? Dua-duanya bisa menguntungkan, tetapi dua-duanya juga bisa merugikan. Kok bisa? Sangat bisa karena tidak ada garansi bahwa membeli saham di pasar perdana pasti menguntungkan. Bahkan, di awal tahun 2011, tiga emiten baru yang listing di pasar modal semuanya mengalami penurunan harga tatkala mulai diperdagangkan.

Begitu pula dengan investor yang membeli saham di pasar sekunder awal tahun 2011, boleh jadi saat ini menanggung loss atau paling tidak potensial loss karena saham yang dibeli mengalami penurunan harga, seiring dengan penurunan indeks yang semula sempat berada di kisaran 3.700 kini anjlok ke kisaran 3.400-3.500.

Beberapa aspek

Bagi Anda yang ingin membeli saham di pasar perdana, ada beberapa aspek yang sebaiknya menjadi perhatian, baik berkaitan dengan saham yang hendak dibeli maupun terkait dengan diri Anda sendiri selaku investor atau calon investor. Apa maksudnya?

Kenali tujuan dan motif diri Anda sebelum membeli saham. Memperoleh capital gain atau dividen adalah satu soal. Namun, yang jauh lebih penting adalah apakah motif Anda membeli saham sebagaimana layaknya trader, yang beli hari ini, jual besok atau memang berharap memperoleh keuntungan dalam jangka panjang, paling tidak dalam kurun waktu satu tahun.

Jika Anda hendak membeli saham di pasar perdana, lupakan motif trading karena saham yang hendak Anda beli belum memiliki historical harga. Yang ada adalah asumsi apakah harga yang ditetapkan ada dalam kisaran wajar, mahal, atau murah. Banyak metode yang bisa dipakai sebagai ukuran. Yang paling populer adalah pendekatan PER (price earning ratio). Semakin rendah PER-nya, relatif semakin murah harga saham tersebut. Tetapi, dalam realitasnya, tidak ada jaminan bahwa PER yang rendah akan membuat harga saham meningkat tatkala diperdagangkan.

Kenapa? Karena naik turunnya harga saham bukan sekadar bergantung pada PER, melainkan demand dan supply di pasar itu sendiri. Benar, ada istilah oversubscribe dan undersubscribe atau juga fully subscribe ketika saham mulai ditawarkan kepada publik. Artinya, permintaan terhadap saham yang ditawarkan bisa lebih besar, lebih kecil, atau sama seperti jumlah yang ditawarkan. Tetapi, permintaan tersebut belum tentu direalisasikan oleh calon investor. Belum lagi kalau permintaan tersebut bersifat ”semu”. Jadi sekadar untuk mendapatkan data ”seolah- olah” oversubscribe. Oleh karena itu, calon investor sebaiknya tidak begitu saja percaya pada informasi kelebihan permintaan.

Atas dasar situasi seperti itu, jika Anda memang ingin membeli saham di pasar perdana, yang harus menjadi acuan adalah kondisi fundamental dan prospek dari perusahaan yang menawarkan sahamnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com