Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Emas, Si Kemilau Tak Kenal Inflasi

Kompas.com - 28/02/2011, 14:36 WIB

KOMPAS.com — Emas. Logam mulia ini telah sejak lama menjadi alat investasi sebelum orang mengenal deposito, saham, atau reksa dana. Beragam jenis investasi emas, mulai dari yang relatif sederhana, yakni dalam bentuk emas perhiasan, batangan, hingga dinar.

Lalu pada era modern ini, apakah investasi dalam emas masih akan menguntungkan? Pendiri situs www.berkebunemas.com Rulli Kusnandar menyatakan, emas memiliki perlindungan nilai aset karena konsistensi daya belinya. Ketika harga emas turun, harga komoditas lain, seperti minyak, ikut turun. Jadi seandainya harga emas turun, kekayaan kita tidak turun karena tetap bisa membeli barang sama banyaknya seperti saat harga emas turun. Dengan kata lain, emas itu zero inflation.

Berinvestasi emas juga relatif aman. Bila menyimpan uang di bank, perlahan-bahan akan tergerus oleh biaya administrasi, pajak bunga 20 persen, tingkat suku bunga rendah dan jaminan terbatas. Di lembaga investasi lain ada biaya broker, administrasi, pajak, dan lainnya. Pada emas, tidak perlu mengkhawatirkan itu semua. Emas tidak tersentuh sistem perbankan sehingga terbebas dari ancaman krisis keuangan.

Selain itu, emas mudah dibeli kapan saja dan di mana saja. Begitu pula saat menjualnya. Proses membeli maupun menjualnya mudah, cepat, dan nilainya mengikuti harga pasaran internasional yang terus menguat. Adapun investasi, seperti properti, deposito, kendaraan, dan karya seni perlu waktu lebih dari satu hari untuk mencairkannya.

Emas juga sarana menabung yang efektif. Tidak ada biaya penyusutan nilai pada emas, bahkan terus meningkat. Nilai emas jangka pendek memang berfluktuasi. Namun, sejak 10 tahun terakhir, nilainya terus naik lebih dari 406 persen. "Dengan uang relatif sedikit, Anda sudah bisa mulai menabung emas. Dengan uang sekitar Rp 250.000, misalnya, Anda sudah bisa membeli 0,5 gram emas," kata Rulli.

Dalam catatan Wakala Nusantara, nilai tukar dinar emas (4,2 gram emas kadar 91,7 persen atau 22 karat) pada 2000 sekitar Rp 400.000 dan harga satu zak semen saat itu sekitar Rp 20.000. Sehingga saat itu, 1 dinar emas dapat dibelikan 20 zak semen. Pada Januari 2011, nilai tukar satu dinar emas Rp 1.690.000, sementara harga semen Rp 50.000 per zak sehingga satu dinar dapat dibelikan 32 zak semen. Dengan kata lain, harga semen dalam kurun 2000-2010 dalam rupiah naik 150 persen, tetapi dalam dinar emas justru turun 40 persen.

Gadaikan saja

Kelebihan lain, bila membeli emas batangan, pemerintah tidak akan mengenakan pajak karena dianggap bahan baku untuk berbagai keperluan, misalnya pembuatan perhiasan. Namun, sebagai alat investasi, emas juga punya kelemahan, yakni bisa hilang, dicuri, atau dirampok. Ini karena emas mudah diperjualbelikan. Pasar tak peduli asal-usulnya, siapa yang memegang emas dialah yang dianggap pemiliknya. Apabila disimpan di bank, butuh biaya untuk menyewa safe deposit box.

Ada berbagai cara untuk berinvestasi emas. Mulai dari membeli tunai emas batangan atau koin di gerai penjualan emas, atau dengan cara lain. Rulli, misalnya, mengenalkan metode berkebun emas. Pegadaian Syariah menawarkan paket MULIA (Murabahah Emas Logam Mulia untuk Investasi Abadi), dan Wakala Nusantara mengenalkan dinar emas.

Harus diingat, setiap jenis investasi punya kiatnya sendiri, begitu pula dengan investasi emas. Kepala Departemen Pengembangan Produk BRI Syariah Maryana Yunus antara lain memberi kiat, bila butuh uang, maka sebaiknya tidak langsung menjual emas yang dimiliki, tetapi menggadaikannya. Ini lebih menguntungkan karena harga emas terus meningkat. (Evy Rachmawaty,Elly Roosita)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com