Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/03/2011, 08:13 WIB

Tarif listrik akan turun 20 persen. Ini tawaran yang disampaikan PT Perusahaan Listrik Negara kepada pelanggan industri. Hanya saja, turun 20 persen ini untuk pemakaian listrik antara pukul 23.00 dan 07.00.

Niat PLN ini patut dihargai karena industri saat ini membayar listrik rata-rata Rp 730 per kWh selama 24 jam. Dengan tawaran ini, dalam delapan jam, industri hanya dikenai Rp 550 per kWh. Hemat Rp 220 per kWh. Lumayan juga.

Di sisi PLN, ini juga efisiensi. Biaya untuk penggunaan bahan bakar minyak (BBM) pada jam-jam tadi akan berkurang. Apalagi, harga BBM lagi tinggi saat ini. Padahal, PLN harus memproduksi listrik tambahan sebesar 5.000 megawatt (MW) pada jam-jam tadi.

Namun, sebuah niat baik belum tentu juga diterima begitu saja. Karena bagi industri, ada berbagai pertimbangan lain yang mungkin secara biaya malah jauh lebih mahal. Lebih mahal dari penghematan Rp 220 per kWh apabila kegiatan industri dialihkan ke malam hari.

Semisal, industri tekstil bisa menerima tawaran PLN ini. Industri ini memang diketahui banyak menggunakan listrik dan hanya perlu sejumlah tenaga kerja untuk pengawasan jalannya mesin. Proses pemintalan, tenun, rajut, dan cap hanya membutuhkan kerja mesin sehingga bisa optimal memanfaatkan tawaran PLN ini.

Intinya, tawaran PLN ini bisa disambut hangat kalangan industri yang mengutamakan kerja mesin-mesin yang digerakkan oleh listrik. Apalagi, mesin-mesin ini bekerja relatif tanpa henti selama 24 jam sebagaimana industri tekstil tadi.

Pihak PLN dalam tawaran ini sempat mengatakan, pengalihan jam kerja ke malam hari ini juga bisa memberikan kesempatan tambahan penghasilan kepada tenaga kerja karena ada tambahan upah.

Dari sisi pekerja, pertimbangan ini jelas baik. Namun, dari sisi total biaya bagi industri, jelas kondisi ini sebuah tambahan beban. Bukan berarti tidak memihak pekerja, melainkan untuk industri dengan orientasi tenaga kerja, tawaran PLN ini dapat dipastikan akan ditampik.

Konsekuensi biaya tambahan untuk tenaga kerja akan meningkat, mungkin jauh lebih mahal daripada penghematan 20 persen yang ditawarkan PLN tadi. Belum lagi, industri sudah dikenai berbagai kebijakan tarif dasar listrik yang memberatkan. Daya saing semakin tergerus.

Tentu saja niat baik PLN ini tidak serta-merta bisa diterima semua industri. Bagi industri yang berorientasi padat modal dan teknologi, tentu saja tawaran PLN ini bisa diterima, tetapi tidak bagi industri yang padat tenaga kerja.

Lepas dari berbagai hal di atas, tawaran yang memungkinkan industri bisa lebih efisien, bisa menekan biaya produksi, perlu lebih banyak lagi di negeri ini. Dalam hal ini salut bagi PLN.

Banyak ”tawaran” lain yang perlu bagi industri demi mendongkrak daya saing. Pengurangan bea masuk, penekanan suku bunga bank, penghapusan pungutan liar, dan banyak lagi merupakan tawaran lain itu. (ppg)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com