”Keputusan pembatasan BBM belum final. Itu jangan dipaksakan jika tidak efektif dan hanya dilakukan di Jabodetabek. Kami takut ada perembesan. Dengan demikian, ini (pembatasan BBM bersubsidi) akan kami tunda,” ujar Menteri Keuangan Agus Darmawan Wintarto Martowardojo di Jakarta, Rabu (2/3).
Kenaikan konsumsi volume BBM subsidi itu akan menyebabkan lonjakan anggaran subsidi BBM mulai dari Rp 3 triliun hingga Rp 6 triliun. ”Namun, pesan dari Kementerian Keuangan adalah jangan sampai target volume BBM bersubsidi melampaui 38,6 juta kiloliter,” ujar Agus.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, Juli 2011 adalah target pemerintah untuk membatasi konsumsi BBM bersubsidi di seluruh Pulau Jawa. ”Jadi, belum ada keputusan kapan pembatasan itu diterapkan. Rapat dengan DPR saja belum,” katanya.
Di tempat terpisah, Ketua Tim Pengkaji Akademis Terkait Dampak Pembatasan Konsumsi BBM Bersubsidi, Anggito Abimanyu mengatakan, dirinya yakin pembatasan konsumsi BBM subsidi bisa dilakukan pada April. Pembatasan yang dilakukan April tidak akan mendorong laju inflasi.
”April itu bulan deflasi. Saya rasa sudah cukup matang dan saya bisa menestimoni karena saya mengkaji sendiri dan saya melihat sendiri kesiapan, baik di tingkat kebijakan maupun di tingkat lapangan. Pembatasan tetap harus jalan karena ini kesempatan kita melakukan perbaikan dari pola subsidinya sekaligus momentum untuk mengurangi disparitas,” kata Anggito.
Pemerintah harus berani memutuskan kebijakan sehingga anggaran subsidi tidak habis terbakar dan salah sasaran. Potensi inflasi akibat pembatasan BBM subsidi ini tidak signifikan. Namun, yang paling penting, transportasi umum dilindungi sehingga tarifnya tidak naik.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute (Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi) Priagung Rahmanto mengatakan, kenaikan harga BBM secara terbatas akan jauh lebih baik ketimbang membatasi konsumsi BBM bersubsidi. Dampak inflasi dari kenaikan harga BBM dan pembatasan BBM bersubsidi akan sama.
”Kenaikan harga BBM secara terbatas akan lebih efektif, lebih sederhana dalam implementasinya. Selain itu, potensi distorsinya dan dampak negatifnya bisa lebih ditekan,” ujarnya.
Dengan demikian, menurut Priagung, pembatasan BBM bersubsidi tidak perlu dilakukan. Jika pembatasan ini dibatalkan, risiko yang ditanggung pemerintah hanya terlampauinya volume BBM bersubsidi.
”Pemerintah hanya membutuhkan program yang menurunkan anggaran subsidi secara langsung. Hal itu bisa dilakukan tidak hanya dengan pembatasan volume, tetapi juga dengan pendekatan harga,” tuturnya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita H Legowo, menyatakan, banyak pertimbangan dari pemerintah jika hendak menunda penerapan pengaturan BBM bersubsidi. ”Meski demikian, dari sisi teknis kami tetap siapkan,” katanya.
Saat ini, sebagian besar stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) sudah menyiapkan infrastruktur BBM nonsubsidi. ”Hanya sekitar 30 SPBU yang belum tuntas karena butuh investasi,” kata Evita.
Sementara itu, laporan tim harga minyak Indonesia yang dikutip dalam situs Ditjen Migas Kementerian ESDM, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau ICP per Februari 2011 mencapai 103,31 dollar AS per barrel. Naik 6,22 dollar AS dibandingkan Januari 2011 sebesar mencapai 97,09 dollar AS per barrel.