Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Infrastruktur Daerah Buruk

Kompas.com - 07/06/2011, 13:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Otonomi daerah seharusnya dijadikan modal dasar yang besar untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Tidak hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Hal tersebut disampaikan  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa dalam acara KPPOD (Komite Pemantauan Pelaksanaan Ekonomi Daerah) Award 2011  di Jakarta, Selasa (7/6/2011).

"Dengan catatan bahwa reformasi itu (yang terjadi pada tahun 1998 ) melahirkan pemerintahan otonomi daerah. Dengan harapan pemerintah daerah memiliki energi besar untuk mengelola daerahnya. Tidak hanya bergantung pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," ungkap Hatta.

Namun, di dalam perjalanan otonomi daerah, ia menuturkan tidak seperti apa yang seharusnya.

Apa yang menjadi masalah? Ia pun menjawab, masalah infrastruktur menjadi salah satu hambatan besar, mengacu pada hasil survei TKED (Tata Kelola Ekonomi Daerah), yang dilaksanakan oleh KPPOD bersama dengan The Asia Foundation (TAF).

Hatta pun kaget ketika temuan dari survei ini memperlihatkan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah pusat, salah satunya melalui  badan usaha milik negara (BUMN), seperti PLN dalam membangun infrastruktur listrik, lebih baik ketimbang pembangunan yang dilakukan daerah.

Buruknya pembangunan infrastuktur oleh pemerintah daerah ini bisa disebabkan oleh tidak tersedianya dana. "(Hal) yang mengagetkan kita adalah temuan dari The Asia Foundation, yang tadinya APBD tersebut 65 persen kira-kira habis dibelanjakan untuk services dari aparat, atau dalam bahasa sederhana untuk gaji dan lain-lain. Ternyata sekarang meningkat mendekati 95 persen," ujarnya.

Kualitas infrastruktur daerah yang rendah ini akhirnya berakibat pada kinerja perusahaan. Hasil survei TKED 2011 ini menyatakan, 27 persen perusahaan di daerah mengaku kinerja mereka terhambat oleh masalah infrastruktur.

Berdasarkan persentase responden, Nusa Tenggara Barat (51 persen), Maluku (51 persen), dan Sulawesi Tenggara (46 persen) merupakan daerah yang paling besar terkendala kinerja perusahaannya oleh karena infrastruktur.

Oleh karena itu, ia pun menyebutkan  Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) sebagai salah satu solusinya. Mengingat rencana induk (masterplan) ini sifatnya sektoral, yang melibatkan enam koridor dengan para gubernur dan menteri memimpin masing-masing koridor.

Untuk diketahui, survei yang dilakukan oleh KPPOD dan TAF, yang didukung pula oleh Australian Aid, dilakukan terhadap 245 kabupaten dan kota yang tersebar di 19 provinsi. Survei pun dilakukan kepada para pemilik atau manajer suatu usaha. Hasil pengukuran didasarkan atas sembilan indikator, di mana infrastruktur salah satunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Penjelasan DHL soal Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Stok Lampu Bisa Langka gara-gara Implementasi Permendag 36/2023

Whats New
IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

IHSG Ditutup Naik 63 Poin, Rupiah Menguat di Bawah Level 16.200

Whats New
Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Jam Operasional Pegadaian Senin-Kamis, Jumat, dan Sabtu Terbaru

Whats New
Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Bos BI Optimistis Rupiah Bakal Kembali di Bawah Rp 16.000 Per Dollar AS

Whats New
Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Mendag Ungkap Penyebab Harga Bawang Merah Tembus Rp 80.000 Per Kilogram

Whats New
Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Hadapi Tantangan Perubahan Iklim, Kementan Gencarkan Pompanisasi hingga Percepat Tanam Padi

Whats New
Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Panen Ganda Kelapa Sawit dan Padi Gogo, Program PSR dan Kesatria Untungkan Petani

Whats New
Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Alasan BI Menaikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen

Whats New
Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Cara dan Syarat Gadai Sertifikat Rumah di Pegadaian

Earn Smart
Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Cara dan Syarat Gadai HP di Pegadaian, Plus Bunga dan Biaya Adminnya

Earn Smart
Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Ingatkan Pengusaha Jangan Curang jika Mau Maju

Whats New
United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

United Tractors Bagi Dividen Rp 8,2 Triliun, Simak Jadwalnya

Whats New
Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Kunjungan ke Indonesia, Tim Bola Voli Red Sparks Eksplor Jakarta bersama Bank DKI dan JXB

Whats New
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com