Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perundingan Berjalan Lambat

Kompas.com - 15/06/2011, 02:42 WIB

Jakarta, Kompas - Perundingan Indonesia dengan Australia soal penghentian ekspor sapi ke Indonesia berjalan lambat. Pekan ini belum bisa diselesaikan. Pembuatan standar yang bisa memuaskan dan bisa digunakan oleh dua pihak membutuhkan waktu yang lama.

Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi di Jakarta, Selasa (14/6), mengatakan, penyelesaian masalah perdagangan sapi Australia—yang tadinya diharapkan tuntas pekan ini—tampaknya membutuhkan waktu lebih lama lagi. Hal ini terkait dengan persoalan standar perdagangan sapi.

”Proses negosiasi mengenai perdagangan sapi antara Indonesia dan Australia kemungkinan agak lambat. Saya kira, Australia sendiri masih harus menyelesaikan masalah internalnya,” kata Bayu.

Menurut Bayu, standar yang bisa memuaskan kedua pihak diperkirakan baru selesai 2-3 minggu lagi. Eksportir ataupun importir bisa mengusulkan hal-hal yang sudah memenuhi standar.

”Terus terang, ada hal yang lucu dengan kejadian ini. Ternyata, Australia belum mempunyai standar perdagangan hewan yang adil dalam rantai pasokannya,” kata Bayu.

Bagi Indonesia, menurut Bayu, yang penting adalah pasokan untuk bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha masih terjaga. Kebutuhan daging sapi impor secara total mencapai 30.000-40.000 ton. Australia memasok dalam bentuk sapi hidup sekitar 20 persen, sedangkan dalam bentuk daging beku 10-15 persen. Selebihnya, impor diperoleh dari AS dan Selandia Baru.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gusmardi Bustami, mengatakan, ketentuan kesejahteraan hewan dalam penyembelihan ternak sebenarnya tidak secara eksplisit diatur dalam Perjanjian Umum tentang Tarif-tarif dan Perdagangan (GATT).

Dalam artikel 20 dan 21 tidak ada ketentuan yang membolehkan penundaan ekspor sapi dengan alasan kesejahteraan hewan. Pada artikel 20 GATT dinyatakan bahwa pembatasan perdagangan boleh dilakukan dengan alasan kepentingan umum, kesehatan, dan keamanan, bukan alasan diskriminasi. Sementara pada artikel 21, pengendalian perdagangan juga diperbolehkan dengan alasan kepentingan umum.

Adapun Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, Indonesia telah memiliki standar halal yang sudah memasukkan prinsip kesejahteraan hewan.

”Kami yakin, hanya sedikit rumah potong hewan yang melakukan apa yang dituduhkan. Masih lebih banyak rumah potong hewan yang memenuhi standar dan kami sedang mendata mereka,” ujarnya.

Dari Banyuwangi, Jawa Timur, dilaporkan, permintaan sapi dari Banyuwangi meningkat hingga 50 persen pada pekan ini. Peningkatan itu seiring dengan banyaknya permintaan pasar di kota-kota besar di Jawa Timur.(ENY/OSA/NIT/HAM/MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com