Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebutuhan Investasi Rp 134,6 Triliun

Kompas.com - 13/07/2011, 19:42 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebutuhan investasi untuk mengembangkan energi baru terbarukan hingga 15 tahun ke depan mencapai Rp 134,6 triliun. Pengembangan energi alternatif itu diperlukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, terutama minyak bumi, dan menciptakan lingkungan yang bersih.  

Pelaksana Harian Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kardaya Warnika, mengungkap hal itu dalam situs Kementerian ESDM, Rabu (13/7/2011), di Jakarta.  

Menurut Kardaya, investasi Rp 134,6 triliun untuk mengembangkan energi baru terbarukan  itu tercantum dalam Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tahun 2011-2025.   

"Rencananya dana itu dialokasikan untuk pengembangan energi baru terbarukan di lima koridor, yakni Sumatera Rp 25,06 triliun, Jawa Rp 86,3 triliun, Sulawesi Rp 15,77 triliun, Bali-Nusa Tenggara Rp 2,64 triliun, dan Papua-Maluku Rp 4,83 triliun. Dana itu untuk investasi infrastruktur dan untuk pembangkitnya," ujarnya.   

Pengembangan energi baru terbarukan, lanjut Kardaya, merupakan program prioritas pemerintah untuk memasok energi alternatif bagi masyarakat. Saat ini pemerintah tengah berupaya untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan di masyarakat dengan melakukan berbagai inovasi, antara lain mengganti lampu-lampu penerangan jalan di seluruh Indonesia dengan lampu penerang jalan tenaga surya (solar cell).   

Kementerian ESDM juga mengusulkan, agar listrik yang dipakai di pusat perbelanjaan tidak lagi berasal dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), melainkan diganti dengan listrik dari tenaga sinar matahari dengan memasang panel surya di atas atap mal-mal yang ada di kota-kota besar. Indonesia itu kan dilalui garis khatulistiwa sehingga banyak matahari.

"China saja yang negara subtropis pakai itu," kata Kardaya. 

Untuk pengembangan bahan bakar nabati, pemerintah akan lebih mengutamakan pengembangan minyak nabati (biofuel) dengan bahan baku yang tidak dimanfaatkan untuk pangan, seperti cangkang kelapa sawit dan jarak.

"Kalau bahan baku biofuel-nya bisa dimakan, akan berkompetisi dengan industri makan sehingga harga beli bahan baku lebih tinggi," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com