Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Linglung RUU BPJS

Kompas.com - 29/07/2011, 10:21 WIB

KOMPAS.com — Tenggat pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial pada masa Sidang IV DPR tahun 2010-2011 sudah berakhir. DPR pun melalui rapat paripurna, Kamis (21/7/2011), telah memutuskan untuk melanjutkan pembahasan RUU ini dalam satu masa sidang lagi. Pembahasan RUU ini sudah masuk ke masa sidang Dewan keempat sejak diajukan pada 8 Oktober 2010. Pembahasannya senantiasa alot.

RUU BPJS bukan barang baru di DPR. Sejak DPR periode lalu, RUU ini juga sudah ramai dibahas tetapi kandas pula. Ketika DPR periode 2009-2014 dilantik, RUU ini pun ditempatkan menjadi prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010 hingga sekarang.

Bukan apa-apa, sejak induknya, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional, disahkan pada Oktober 2004, pemerintah pun menerima mandat untuk segera menjalankan amanah yang dikandung UU tersebut, yaitu membentuk badan penyelenggara jaminan sosial.

Semangat UU SJSN didasarkan pada dua pasal di UUD 1945, yaitu Pasal 28 H Ayat (3), yang berbunyi, Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat; dan  Pasal 34 Ayat (2), yang juga menyatakan, Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Perkerjaan rumah

Sesuai pijakannya dalam UUD 1945, jaminan sosial didefinisikan sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

UU ini pun menegaskan, setiap rakyat Indonesia berhak atas lima jaminan sosial dasar yang meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian.

Dengan demikian, kebutuhan akan RUU BPJS sebagai dasar membentuk badan penyelenggara jaminan sosial sesuai dengan UU SJSN menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah yang harus segera diselesaikan.

Pemerintah harus segera membentuk badan penyelenggara jaminan sosial yang sesuai dengan sembilan prinsip yang dimuat UU SJSN, yaitu kegotong-royongan, nirlaba (tidak berorientasi keuntungan), keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Tak kunjung rampung

Pasal 52 Ayat (2) UU SJSN memberikan batas waktu kepada pemerintah untuk menetapkan semua ketentuan yang mengatur mengenai BPJS dalam lima tahun sejak SJSN diundangkan. Namun, anggota Pansus DPR untuk RUU BPJS, Sunartoyo, mengatakan, sampai tenggat Oktober 2009, seiring dengan bergantinya periode Dewan, pemerintah juga tak kunjung merampungkannya. Oleh karena itu, DPR periode 2009-2014 pun mengambil langkah inisiatif.

"Setelah kami lihat, amanat UU SJSN belum juga dilaksanakan oleh pemerintah yang harusnya 2009 itu berakhir, tak ada draf dan hanya menghasilkan Dewan Jaminan Sosial Nasional, maka DPR mengambil inisiatif untuk sebuah RUU BPJS. Dalam pembicaraan awal dengan pemerintah, kami memang anggap pemerintah tak punya konsep," katanya.

Ketidaksiapan pemerintah ini terlihat dari pengajuan daftar inventarisasi masalah (DIM) pada saat pertama kali bertemu dengan DPR. Pemerintah, lanjutnya, hanya mengajukan 11 DIM. Dalam beberapa kali rapat kerja pun tak ada tambahan DIM yang dihasilkan.

Usut punya usut, politisi PAN ini mengatakan, di antara menteri-menteri sendiri masih ada perbedaan pendapat mengenai pembentukan BPJS. Pokok perbedaan pendapat itu, selama ini sudah ada empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjalankan fungsi jaminan sosial yaitu PT Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri, dan PT Askes.

Inisiatif DPR

DPR pun mengambil langkah inisiatif dengan membentuk Pansus yang berisi 36 anggota dewan lintas fraksi dan komisi serta melakukan rapat internal untuk menyusun draf RUU yang kemudian dikonsultasikan dengan pemerintah.

Rapat demi rapat terus berjalan, namun tak kunjung ada kata sepakat. Menurut Anggota Pansus RUU BPJS dari Fraksi Hanura, Ferdinand Sampurna Jaya, pola pikir pemerintah dan DPR dalam poin-poin krusial berbeda jauh.

“Banyak sekali DIM-DIM yang tak sama antara pandangan pemerintah maupun anggota Pansus dari BPJS,” tambahnya.

Karena langkahnya yang tak mulus, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turun tangan. Pada 19 Februari 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Inpres No. 1 Tahun 2010 tentang Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 yang salah satu isinya memuat program pengembangan SJSN melalui penataan kelembagaan jaminan sosial nasional.

Presiden menetapkan pengesahan perangkat hukum SJSN, yaitu UU BPJS, PP Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Perpres Jaminan Kesehatan sebagai indikator capaian program ini. Presiden menginstruksikan agar RUU ini harus disahkan paling tidak pada Desember 2010. Sayangnya, instruksi itu lagi-lagi mentah.

DPR vs Pemerintah

Panjangnya rentang waktu pembahasan RUU BPJS terkait kompleksnya detil materi yang berjumpa dengan sikap pemerintah dan DPR yang saling mempertahankan pendapatnya masing-masing. Perdebatan terkait prinsip-prinsip sistem jaminan sosial yang termaktub dalam UU SJSN.

Presiden pun mengutus tim khusus untuk membahas RUU BPJS lebih serius ketika memasuki tahun 2011. Presiden menetapkan delapan menteri sebagai wakil pemerintah, yaitu Menteri Keuangan Agus Martowardojo sebagai juru bicara pemerintah, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, Menteri Sosial Salim Segaf Al-Jufri, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan.

Dalam pembahasan RUU BPJS di masa sidang IV Tahun 2010-2011, Anggota Pansus RUU BPJS Rieke Diah Pitaloka mengatakan, pemerintah telah mengajukan DIM sebanyak dua kali. Terakhir kali pada tanggal 9 Mei lalu. Ada tujuh (7) isu penting yang menjadi pokok perdebatan antara pemerintah dan DPR, yaitu definisi BPJS, bentuk badan hukum BPJS, jumlah BPJS, organ BPJS, masa peralihan (transisi dan transformasi), kepesertaan dan iuran serta sanksi.

Politisi PDI-P ini mengatakan secara umum DPR dan pemerintah sudah menyepakatinya. Namun, keduanya juga belum “bertemu” dalam banyak detil hingga akhir pekan lalu. Pembahasan, lanjutnya, juga kerap maju mundur karena wakil pemerintah yang datang dalam berbagai rapat kerja seringkali bukan mereka yang memang berwenang untuk mengambil keputusan.

"Kita sering rapat konsultasi antara pemerintah dengan Panja dan Pansus RUU, tapi yang dikirim orang-orang yang enggak bisa mengambil keputusan. Harusnya mereka kirim pejabat yang bisa ambil keputusan, dong," ungkapnya suatu waktu.

Merujuk pada perjalanan pembahasan RUU ini, pada 25 Mei lalu, Rieke mengatakan pemerintah dan DPR akhirnya menyepakati bahwa BPJS berbentuk badan hukum publik sesuai dengan sembilan prinsip dalam UU SJSN, terutama prinsip nirlaba dan pengelolaan dana amanah.

Kesepakatan ini kemudian diikuti dengan kontroversi surat Menteri BUMN Mustafa Abubakar kepada tujuh menteri lainnya. Mustafa berpendapat, transformasi empat BUMN pengelola jaminan sosial saat ini menjadi satu BPJS akan sulit dilakukan karena akan menyangkut kepesertaan, aset, program dan lembaga. Proses tranformasi memang masih menjadi perdebatan hingga berita ini diturunkan.

Terganjal poin transformasi

Satu per satu dari tujuh isu penting RUU BPJS yang menjadi pokok perdebatan antara pemerintah dan DPR bisa diselesaikan, kecuali poin transformasi. Sampai tenggat waktu terakhir masa sidang IV DPR RI 2010-2011, pemerintah dan DPR tak dapat meraih kata sepakat.

DPR tetap kekeuh dengan draf usulannya bahwa empat BUMN pengelola jaminan sosial yang sudah ada sekarang harus melebur ke dalam BPJS jangka pendek dan jangka panjang dalam rentang waktu tertentu.

Namun, pemerintah enggan. Dalam rapat kerja antara pemerintah dan DPR pada 14 Juli lalu, pemerintah menyatakan keengganannya untuk meleburkan empat BUMN ke dalam dua bentuk BPJS tersebut.

 Pemerintah ingin BPJS dibentuk namun ingin pula keempat BUMN tersebut tetap eksis. Jadi, BPJS hanya mengurusi jaminan sosial dasar bagi masyarakat yang belum terlindungi oleh empat BUMN saat ini.

“Pertama, keempat BUMN ini tetap ada dan menyelenggarakan program jaminan seperti yang ada sekarang ini. Kedua, pada tahap pertama diselenggarakan jaminan kesehatan oleh BPJS terhadap semua orang yang bukan anggota PT Jamsostek dan PT Askes. Ketiga, PT Askes dan PT Jamsostek akan menyelenggarakan jaminan bagi yang sudah jadi peserta dengan pola manfaat dan iuran yang sekurang-kurangnya sama dengan yang ada di BPJS satu,” kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana menyebut tiga poin pertama dari delapan poin yang ada.

DPR sempat berang kepada pemerintah karena dalam rapat ini pemerintah menolak mentah-mentah dikatakan setuju dengan poin transformasi menyeluruh keempat BUMN, meliputi kepesertaan, aset, program dan lembaga. Pasalnya, DPR mencatat, dalam rapat 25 Mei Menteri Keuangan Agus Martowardojo telah menyetujuinya.

Keberangan DPR bertambah kala pemerintah membatalkan rapat lanjutan mengenai poin transformasi hanya sejam sebelum rapat dimulai. Seakan belum puas, pada rapat pada hari selanjutnya pemerintah makin membuat DPR berang karena kekeuh berpendapat bahwa Menkeu tidak pernah menyetujui transformasi menyeluruh.

“Mbulet”

Kedua pihak sempat beradu argumen dengan menyebutkan transkrip rapat masing-masing. Hasilnya? Masih mbulet sampai sekarang.

Sebenarnya, yang dimaksud dengan “mbulet” ini hanya karena masih ada perdebatan tentang waktu transformasi dilakukan. DPR menggunakan frase “transformasi menyeluruh” untuk empat BUMN dan dilakukan secepat mungkin. Menurut DPR, cukup dengan waktu dua tahun. Namun, pemerintah menghendaki waktu sekitar 10-15 tahun.

DPR akhirnya memutuskan perpanjangan waktu pembahasan hanya karena satu poin yang belum terselesaikan ini. Perpanjangan didasarkan pada pasal 141 Ayat (1) Tata Tertib DPR RI.

Pasal ini menyatakan, pembahasan RUU dilakukan dalam jangka waktu paling lama dua kali masa sidang serta dijadwalkan oleh Badan Musyawarah dan dapat diperpanjang oleh Badan Musyawarah sesuai dengan permintaan tertulis pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Badan Legislasi, atau pimpinan panitia khusus untuk jangka waktu paling lama satu kali masa sidang.

Pembahasan RUU BPJS sendiri sudah berlangsung selama dua kali masa sidang plus satu kali masa sidang sebagai perpanjangan.

Menurut Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, meski tertulis jangka waktu paling lama satu kali masa sidang, pasal ini tidak melarang untuk melanjutkan kembali pembahasan ke masa sidang berikutnya. Lagipula, tak ada sanksi yang mengikat.

Oleh karena itu, RUU ini tidak akan menjadi produk yang cacat secara hukum dan konstitusional. Lain halnya, jika aturannya terdapat dalam aturan setingkat UU, seperti UU MPR, DPR, DPD RI dan DPRD.

Lobi di Tingkat Istana-DPR

Sebelum akhirnya memutuskan perpanjangan waktu pembahasan, pimpinan DPR merasa penting untuk berbicara langsung dengan ‘bos’-nya pemerintah. Priyo mengatakan pimpinan akhirnya memutuskan untuk mengontak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono untuk berbicara.

Pada kali pertama, Senin (18/7/2011), pimpinan hanya sempat bertemu dengan Wakil Presiden Boediono. DPR meminta Wapres untuk memperingatkan delapan menteri agar tetap serius membahas RUUBPJS.

Pertemuan kedua, digelar Rabu (20/7/2011) lalu. Kali ini, pimpinan DPR bertemu langsung dengan Presiden yang didampingi Wapres dan juga Mensesneg Sudi Silalahi. Dalam pertemuan ini, Priyo menyatakan Presiden pun sepakat untuk segera menyelesaikan RUU BPJS.  Politisi Golkar ini juga menyatakan bahwa Presiden memberikan sinyal positif terhadap rencana transformasi keempat BUMN.

Entah bagaimana kesepakatan pemerintah dan DPR hari itu. Keesokan harinya, Kamis (21/7/2011), DPR memutuskan untuk memperpanjang pembahasan RUU ini. sorenya, pimpinan DPR dan Presiden kembali bertemu. Dalam pertemuan ini, Priyo mengatakan Presiden kembali menekankan dukungannya terhadap rencana transformasi empat BUMN ke dalam BPJS.

“Presiden tegaskan lagi karena kemarin itu kan sempat simpang siur itu. Karena delapan menteri menolak. Nah, ini intinya presiden positif setuju dengan transformasi. Hanya tenggat waktunya dan seperti apa dilakukan nanti dibicarakan saja di Pansus,” katanya.

Para ahli

Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung menegaskan kembali bahwa Presiden menyepakati terjadinya transformasi empat BUMN. Hanya saja untuk mencari jalan keluar yang tepat, keputusan mengenai waktu transformasi untuk melebur empat BUMN akan didasarkan pada naskah akademik.

Oleh karena itu, pemerintah dan DPR akan meminta para ahli untuk menyumbang pemikiran dan mengonsolidasikan berbagai kebutuhan melalui kajian akademik.

“Selain itu, kemarin kita membicarakan karena BPJS ini independen, siapa yang akan duduk nanti di dalam BPJS adalah orang-orang yang memang kredibel karena kewenangan dan kekuasaannya yang begitu besar,” katanya.

DPR dan pemerintah akan terus berdebat sampai 20 Oktober, akhir masa persidangan berikut. Rakyat, yang kemarin diwakili oleh mahasiswa Universitas Indonesia dan Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS) berkomitmen akan terus mengawal pembahasannya. Mereka memberi tenggat sampai Oktober ini.

Menurut catatan, baru 24 juta jiwa di Indonesia yang baru terlindungi jaminan sosial oleh empat BUMN. Sementara 70 juta jiwa lainnya sudah terdaftar sebagai penerima Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan ternyata masih ada 164 juta jiwa lainnya yang belum terlindungi jaminan apa-apa oleh negara. Jadi, jika RUU BPJS tak kunjung rampung dalam masa sidang mendatang?

“Kita tak tahu lagi harus berkata apa selain bergerak...” kata salah satu mahasiswa.

***

Tujuh Point Krusial RUU BPJS

 

No
Poin

Status antara DPR dan Pemerintah

Keterangan
1
Definisi RUU BPJS
Sepakat

Definisi BPJS yang disepakati langsung mengacu pada UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Definisi dalam Pasal 1 Ayat (6) UU SJSN ini dikutip ke dalam RUU BPJS,  “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial”

2
Bentuk badan hukum
Sepakat
Berbentuk badan hukum publik sesuai 9 prinsip SJSN.
3
Jumlah BPJS
Sepakat

Dua bentuk BPJS:  BPJS jangka pendek, meliputi jaminan kesehatan dan jaminan kecelakaan kerja, serta BPJS jangka panjang meliputi jaminan pensiun dan jaminan hari tua.

4
Organ BPJS
Sepakat

Organ terdiri dari pelaksana dan pengawas. Pengawas internal yaitu perwakilan tripartit, yaitu pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Pengawas eksternal yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengawasi dua BPJS dan langsung bertanggungjawab kepada presiden.

5
Kepesertaan dan Iuran
Sepakat

Mengacu langsung pada pengaturan di UU SJSN. Dicantumkan dalam RUU BPJS tetapi tidak dalam bab tersendiri dan bersifat tambahan.

6
Sanksi
Sepakat

Dicantumkan langsung dalam RUU ini. Hanya, belum sampai pada detail bentuk sanksi.

7
Masa Peralihan    (Transisi dan Transformasi)
Belum

Sebenarnya, secara prinsip DPR dan pemerintah sudah sepakat adanya transformasi. Namun, detail transformasi, seperti waktu transformasi masih diperdebatkan.

 

_______________________

Baca juga:

Duduknya Perkara (2): Mereka Menolak RUU

Duduknya Perkara (3):  Indahnya RUU BPJS, Asal....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

    Kemenhub Mulai Hitung Kebutuhan Formasi ASN di IKN

    Whats New
    BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

    BEI: Eskalasi Konflik Israel-Iran Direspons Negatif oleh Bursa

    Whats New
    IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

    IHSG Turun 1,11 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.260

    Whats New
    IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

    IPB Kembangkan Padi 9G, Mentan Amran: Kami Akan Kembangkan

    Whats New
    Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

    Konsorsium Hutama Karya Garap Proyek Trans Papua Senilai Rp 3,3 Triliun

    Whats New
    Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

    Kementerian PUPR Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan S1, Ini Syaratnya

    Work Smart
    Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

    Juwara, Komunitas Pemberdayaan Mitra Bukalapak yang Antarkan Warung Tradisional Raih Masa Depan Cerah

    BrandzView
    Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

    Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

    Whats New
    Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

    Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

    Whats New
    Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

    Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

    Whats New
    Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

    Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

    Whats New
    Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

    Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

    Whats New
    Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

    Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

    Whats New
    Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

    Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

    Whats New
    Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

    Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

    Whats New
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com