Jakarta, Kompas
Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sudirman Saad, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (3/8), mengemukakan, pemerintah telah mengatur bahwa impor garam tidak boleh dilakukan dalam waktu satu bulan sebelum panen raya, hingga dua bulan setelah panen raya berlangsung. Masa panen raya garam ditetapkan bulan Agustus. Dengan demikian, tidak boleh ada impor garam selama Juli-Oktober.
”Patut disayangkan, impor garam masih masuk pada bulan Juli 2011,” ujarnya.
Garam impor itu, ujar Sudirman, sudah masuk ke gudang-gudang. Pada 4 Agustus, garam asal India sebanyak 11.000 ton diperkirakan akan bongkar di Pelabuhan Ciwandan, Banten.
Ketua Umum Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Syaiful Rahman mengemukakan, membanjirnya garam impor asal India dan Australia ke pasar dalam negeri telah merusak harga garam petani. Harga garam impor Rp 540 per kg atau lebih rendah dari garam lokal.
Pemerintah didesak segera membenahi tata niaga garam dengan membentuk lembaga penjamin garam seperti Perum Bulog atau menugaskan BUMN garam untuk menyerap garam petani. Selain itu, memetakan kebutuhan riil garam, volume produksi, dan kebutuhan impor.
”Selama pemerintah tidak membentuk lembaga penjamin garam rakyat, maka selamanya harga garam petani tidak akan membaik,” ujar Syaiful.
Di sejumlah wilayah, petani garam mengeluhkan harga yang kembali anjlok memasuki panen raya. Harga garam kualitas 1 (K1) di tingkat petani saat ini Rp 400 per kilogram (kg). Padahal, April 2011, pemerintah mematok kenaikan harga garam kualitas satu (K1) dari Rp 325 per kg menjadi Rp 750 per kg dan garam kualitas dua (K2) dari Rp 250 per kg menjadi Rp 550 per kg.