Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh, di Jakarta, Jumat (5/8). ”Sesuai dengan hasil rapat antarkementerian dan PT Garam, kami sepakat untuk menyerap garam dari petani dengan maksimal. Untuk garam impor yang masuk itu adalah alokasi lama,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, impor garam yang masuk selama Juli sebesar 197.819 ton. Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat, impor garam yang masuk ke Indonesia selama Juli 2011 mencapai 298.925 ton. ”Jadi kami tegaskan, pemerintah tidak memberikan alokasi baru selama panen raya,” katanya.
Tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan impor garam sebesar 271.000 ton. Alokasi impor ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan alokasi 2010 sebesar 1,26 juta ton, namun lebih tinggi dari alokasi pada 2009 sebesar 93.000 ton.
Menurut dia, sesuai dengan informasi PT Garam, produksi garam rakyat saat ini baru mencapai 20.000 ton. Rinciannya, 7.500 ton di Sumenep, 5.000 di Pamekasan, dan di Sampang 7.500 ton.
”Kami juga sudah memutuskan agar seluruh produsen garam iodisasi wajib membeli garam rakyat dengan kuota 900.000 ton. Pembelian sudah dimulai tanggal 2 Agustus,” paparnya.
Berdasarkan data Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia, harga garam lokal pada bulan Juni masih berada pada level Rp 800 per kilogram. Bulan Juli harganya terjun bebas menjadi Rp 450 per kilogram, sementara harga garam impor Rp 540 per kilogram.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Sudirman Saad mengatakan, pemerintah telah mengatur impor garam tidak boleh dilakukan dalam waktu satu bulan sebelum panen raya hingga dua bulan setelah panen raya berlangsung. Masa panen raya garam ditetapkan bulan Agustus. Dengan demikian, tidak boleh ada impor garam selama Juli-Oktober.
Pada tahun 2009, produksi garam nasional mencapai 1, 26 juta ton, atau jauh di bawah kebutuhan garam nasional 2,86 juta ton per tahun. Tahun 2010,
”Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga, produksi nasional sudah mencukupi, namun untuk industri masih belum cukup. Karenanya, kita masih membutuhkan garam impor,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Gunaryo.
Hak impor garam diberikan kepada pemilik importir terdaftar (IT) dan importir produsen (IP). IT mengimpor garam untuk industri, sementara importir produsen mengimpor garam konsumsi.