Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APBN Tertolong Minyak Mentah

Kompas.com - 10/08/2011, 03:34 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah berharap belanja minyak dan gas turun, menyusul turunnya harga minyak dunia. Dengan demikian, dampak bersih (net impact) antara pengeluaran dan penerimaan minyak dan gas tidak memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Namun, Kementerian Keuangan memperkirakan, penerimaan negara dari hasil penjualan minyak dan gas serta penerimaan perpajakan di sektor ini akan turun. Hal itu juga karena harga jual minyak mentah di pasar internasional turun.

”Jadi, ada kemungkinan defisit APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan) 2011 yang ditargetkan 2,1 persen terhadap PDB (produk domestik bruto) juga akan berkurang. Akan tetapi, komitmen pemerintah itu tetap pada yang sudah ditentukan,” ungkap Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (9/8).

”Harga minyak turun memang akan menyebabkan penerimaan turun. Namun, belanja migas (minyak dan gas bumi) pun akan turun. Namun, kami, kan, sudah menegaskan, volume BBM (bahan bakar minyak) bersubsidi ada di level 40,4 juta kiloliter dengan subsidi BBM sebesar Rp 117 triliun, tanpa PPN DTP (pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah) Rp 4 triliun,” ujar Bambang.

Minyak WTI

Menurut Bambang, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ada di posisi 81 dollar AS per barrel, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 9 Agustus 2011, yakni 86 dollar AS per barrel. Meski demikian, Bambang belum dapat memperkirakan turunnya harga jual minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP). ICP biasanya ada di antara harga WTI (harga di pasar Amerika Serikat) dan Brent (harga di pasar London). Namun, belakangan, ICP justru berada di atas Brent.

”Semua harga komponen investasi jatuh, kecuali emas. Begitu pun dengan minyak mentah yang ikut turun,” ujar Bambang.

Bambang menegaskan, asumsi minyak di APBN tetap menggunakan asumsi di APBN-P 2011, yakni 95 dollar AS per barrel. Pemerintah juga tidak akan mengubah volume subsidi BBM, yakni 40,4 juta kiloliter.

”Kami masih tegas menggunakan angka-angka itu. Kalau harga turun, seharusnya subsidi minyak pun turun, sebab realisasi harganya lebih rendah dari asumsi dalam APBN-P 2011. Kami tidak akan terlalu cepat bereaksi karena belum tentu naik atau turunnya banyak. Apalagi, masih ada musim panas dan musim dingin,” ujar Bambang.

Subsidi berkurang

Menanggapi penurunan harga minyak mentah dunia, peneliti ekonomi dari Center for Strategic and International Studies, Haryo Aswicahyono, mengatakan, dengan turunnya harga minyak mentah dunia, beban subsidi menjadi berkurang, meski masih besar. Dengan begitu, sebagian dana subsidi bisa dialihkan untuk keperluan lain.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Ahmad Erani Yustika mengatakan, selama ini, yang menanggung dampak kenaikan BBM adalah kalangan industri. Dengan turunnya harga minyak mentah dunia, produk industri akan kembali memiliki daya saing.

Terkait kenaikan harga minyak, Ahmad Erani mengatakan, hal itu akibat melemahnya permintaan Amerika Serikat terhadap minyak akibat krisis yang masih berlanjut. Situasi ini akan menekan harga minyak mentah internasional dalam beberapa bulan ke depan.

Di satu sisi, ini bagus bagi Indonesia. Namun, di sisi lain, penurunan ekonomi di AS, Eropa, dan Jepang akan diikuti penurunan permintaan barang dari negara lain, termasuk Indonesia. ”Celakanya, ekspor kita ke AS, Eropa, dan Jepang mencapai 40-50 persen sehingga penurunan harga minyak hanya memberikan keuntungan di satu sisi,” katanya.

Ahmad Erani meyakini bahwa harga minyak yang sekarang berlaku, sebelum terjadinya penurunan, sudah berada dalam kondisi di mana industri sudah mampu beradaptasi karena ekspor terus meningkat meski kurs rupiah menguat.

”Kalau permintaan impor dari negara maju melemah, khawatir krisis 2008 terulang. Kalau itu sampai terjadi, lebih menguntungkan harga minyak yang tinggi,” kata Erani. (OIN/MAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com