Kendati demikian, dia berharap, produksi gula bisa naik dari 1,01 juta ton pada 2010 menjadi 1,6 juta pada 2014 melalui program revitalisasi 31 pabrik gula dan pendirian lima pabrik baru.
Adig menambahkan, impor gula kristal mentah untuk keperluan bahan baku industri makanan dan minuman yang terus meningkat saat ini sangat berpotensi merugikan produsen gula lokal berbahan baku tebu dan membuat persaingan tidak adil. Impor raw sugar saat ini mencapai 2,1 juta-2,4 juta ton per tahun. Akibatnya, sebagian gula rafinasi merembes ke pasar eceran sebagai gula konsumsi.
Apalagi impor raw sugar mendapatkan fasilitas bea masuk 0-5 persen selama empat tahun sejak pembangunan pabrik dan dapat diperpanjang untuk alasan ekspansi kapasitas.
Padahal, pabrik gula berkapasitas 5.000 ton tebu per hari atau tonnage cane per day (TCD) dapat menggiling tebu 750.000-1 juta ton untuk sekitar 180-200 hari, rendemen 7,5 persen, dengan perkiraan produksi gula 67.500-75.000 ton.
Untuk mengatasi idle capacity, maksimum raw sugar yang dapat diimpor 25 persen atau hanya 16.875-19.500 ton. Jika volume lebih, pabrik gula baru dapat diklasifikasikan ingin mengeruk keuntungan, yang justru berpotensi merugikan kepentingan petani tebu.
Tindakan seperti itu, kata Adig, harus dicegah, jangan sampai terulang pabrik berkapasitas hanya 2.000 TCD, tetapi mendapatkan izin mengimpor raw sugar lebih dari 125.000 ton.
Sementara itu, Direktur Utama PT Permata Tene Andre Vincent Wenas mengatakan, perusahaannya telah memiliki rencana detail terkait pendirian dan proses produksi berbasis tebu. Pabrik ini memiliki lahan 50 hektar, nilai investasi Rp 1,5 triliun, dan kapasitas produksi 8.000 ton tebu per hari.