JAKARTA, KOMPAS
Hal itu diungkapkan mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih, Selasa (6/9), saat dihubungi di Singapura. ”Lembaga perbankan memiliki kemampuan untuk mengenali siapa saja para petani yang nakal, penyalur yang nakal, dan orang bank sendiri yang nakal. Karena itu, tunggakan kredit harus dituntaskan,” katanya.
Pemerintah tidak perlu membantu petani yang nakal, tetapi harus membantu petani yang jujur dan mau membayar utang.
Pemerintah tidak boleh membiarkan para debitor nakal, karena itu akan menjadi kebiasaan dan tidak mendidik masyarakat.
Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Nomor 597 Tahun 1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Tani untuk Intensifikasi Padi, Palawija, dan Hortikultura menyatakan, penyaluran KUT kepada petani dilakukan dalam empat pola.
Pertama, KUT diberikan kepada koperasi sebagai pelaksana pemberi KUT (executing agent) untuk disalurkan kepada petani melalui kelompok tani. Kedua, KUT diberikan langsung kepada kelompok tani untuk disalurkan kepada anggotanya dan koperasi sebagai penyalur KUT (channeling agent).
Ketiga, KUT diberikan kepada koperasi sebagai pelaksana pemberi KUT untuk disalurkan kepada petani melalui kelompok tani. KUT diberikan langsung kepada kelompok tani untuk disalurkan kepada anggotanya dan koperasi, dalam hal ini sebagai penyalur KUT. Keempat, apabila bank pemberi kredit menilai LSM layak dan memenuhi syarat permohonan kredit, KUT diberikan kepada kelompok tani melalui LSM sebagai pemberi KUT.
Pasal 8 menyatakan, petani atau kelompok tani, koperasi/ LSM wajib mengembalikan KUT sesuai jadwal pengembalian.
Dalam lampiran surat itu dinyatakan bahwa bunga KUT sebesar 14 persen, didistribusikan untuk Bank Indonesia 3 persen, bank penyalur 2 persen, koperasi/KUD 5 persen, penyuluh pertanian lapangan 1 persen, Perum PKK 1,5 persen, dan dana titipan pemerintah di Perum PKK 1,5 persen.
Sekretaris Gabungan Kelompok Tani Sri Rejeki di Tegal, Jawa Tengah, Darojat mengatakan, penyaluran dana KUT banyak menyimpang di daerahnya. Bahkan, pengurus koperasi sudah dipidana dan sekarang sudah kembali bebas.
Dia menyatakan, di wilayahnya, banyak petani yang namanya dicatut oleh pengurus untuk mengambil KUT. Oleh karena itu, banyak sekali ketidaksesuaian lahan dengan kredit yang diberikan. Dana KUT tidak sepenuhnya tersalurkan ke petani, bahkan ada yang tidak sampai ke petani. Ada juga dana yang sudah disetorkan oleh petani tidak dibayarkan ke bank.