Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinggi, Potensi Ekonomi yang Lenyap

Kompas.com - 13/10/2011, 03:03 WIB

CILACAP, KOMPAS - Potensi ekonomi yang lenyap di Laguna Segara Anakan, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, akibat sedimentasi besar-besaran dibarengi susutnya hutan mangrove diperkirakan Rp 72 miliar per tahun. Selain sektor perikanan tangkap dan budidaya yang terus anjlok, roda perekonomian masyarakat juga terganggu akibat degradasi lingkungan yang kronis itu.

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Kelautan, Perikanan, dan Pengelola Sumber Daya Kawasan Segara Anakan Cilacap, Mochammad Harnanto, Rabu (12/10), mengutip penelitian Science for the Protection of Indonesian Coastal Marine Ecosystems (Spice) hasil kerja sama Kementerian Riset dan Teknologi dan sejumlah perguruan tinggi nasional.

Hasil penelitian tim yang sama, nilai ekonomis setiap hektar mangrove beserta biota laut di dalamnya mencapai Rp 17 juta. Artinya, susutnya 7.000 hektar (ha) hutan bakau selama 27 tahun menyebabkan kerugian tambahan Rp 119 miliar.

”Persoalan Segara Anakan tak hanya berdampak kerusakan lingkungan, tapi juga berimplikasi besar bagi perekonomian daerah bahkan nasional,” katanya.

Sedimentasi Segara Anakan yang mencapai satu juta meter kubik per tahun, lebih dari 75 persen di antaranya disumbang endapan lumpur dari aliran Sungai Citanduy yang berhulu di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Adapun pembabatan mangrove yang mencapai 7.000 hektar dalam 27 tahun terakhir, mulai dilakukan pada 1997, saat ratusan investor tambak masuk.

Ketua I Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Indon Cahyono mengatakan, omzet perikanan tangkap di perairan Cilacap termasuk sekitar laguna menurun drastis 75 persen dibandingkan awal tahun 1990-an. Jika sekitar 20 tahun lalu, perputaran uang hasil tangkapan nelayan mencapai lebih dari Rp 80 miliar per tahun, saat ini anjlok menjadi Rp 15 miliar-Rp 18 miliar per tahun.

”Ini terjadi antara lain karena pusat pemijahan (perkawinan ikan) di kawasan Segara Anakan semakin mendangkal. Akibatnya, proses regenerasi ikan berpindah ke lokasi lain,” ujarnya.

Hal ini diakui Darsum (65), nelayan Ujung Alang yang mengaku, hasil tangkapan ikan dari perairan sekitar laguna tak bisa dijadikan sandaran hidup lagi. ”Dulu, ibaratnya, tiap panen ikan, bisa beli perhiasan untuk istri. Sekarang, boro-boro beli emas, pinjam uang ke pegadaian sudah tidak bisa karena perkakas yang tersisa di rumah hanya sendok dan piring,” tuturnya. (GRE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com