Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjelajahi Goa demi Guano

Kompas.com - 11/11/2011, 03:04 WIB

Tak terbayangkan sebelumnya oleh warga Desa Sawapudo, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, goa karst yang berjarak sepelemparan batu dari permukiman mereka menyimpan harta terpendam. Bukan dalam bentuk perhiasan atau emas yang berkilauan, melainkan kotoran hewan.

Goa yang dikelilingi hutan rimbun berbukit itu menjadi rumah bagi puluhan atau mungkin ratusan ribu kelelawar, entah sejak berapa lama. Sepanjang perjalanan waktu, mengendaplah berton-ton kotoran hewan tersebut hingga mengeras dan menjadi lapisan setebal 1-2 meter yang memenuhi lantai goa.

Selama tujuh tahun terakhir, kotoran yang dikenal dengan nama guano itu menjadi sumber penghidupan bagi beberapa warga desa. Guano yang berwarna coklat kehitaman dan telah menjadi fosil itu setiap hari dikeruk untuk dijual sebagai pupuk organik.

Muhidin (34) ialah salah seorang warga desa yang menikmati rezeki dari guano tersebut. Setiap hari, ia bisa mengumpulkan 30 karung guano. Satu karung berbobot 30-40 kilogram itu dijual Rp 3.000 kepada pengepul sekaligus pemilik lahan goa tersebut yang masih familinya, Sarmin.

Bermodalkan senter, lampu petromaks, pacul, dan sekop, Muhidin setiap hari berjibaku menjelajahi kedalaman goa demi guano. Selain Muhidin, ada tiga petambang lain yang masih berhubungan keluarga dengannya.

Menantang

Aktivitas penambangan dilakukan pukul 07.00-11.00 Wita dan dilanjutkan lagi pada pukul 15.00-17.00 Wita. Pekerjaan Muhidin sangat tidak ringan. Perjalanan menembus goa membutuhkan usaha keras dan berisiko tinggi.

Goa itu hanya memiliki satu ”pintu” masuk yang harus dilewati dengan menuruni kedalaman 5 meter. Setelah itu, penelusuran sekitar 50 meter menuju lokasi deposit guano di tengah goa semakin menantang.

Karena jalan masuk ke goa sempit dengan batu-batu cadas di sekelilingnya, di beberapa bagian, orang mesti berjalan menunduk. Bahkan, di salah satu bagian, orang mesti merayap untuk melewati celah goa yang hanya berdiameter lebih kurang 50 sentimeter.

Semua itu harus dilakukan dalam lingkungan yang gelap pekat dan lembab dengan risiko tertabrak kelelawar yang beterbangan di sana-sini. Tantangan makin berat saat harus memikul satu per satu karung berisi 30-40 kg guano keluar melalui rute yang sama.

”Kalau dibilang capek, ya capek, tapi sudah terbiasa karena dilakukan sehari-hari,” kata Muhidin soal pekerjaannya itu. Dari situlah, Muhidin bisa memperoleh penghasilan bersih setidaknya Rp 50.000 per hari untuk menghidupi keluarganya.

Pupuk alami

Sudah sejak berabad-abad lalu guano dikenal sebagai pupuk alami yang baik untuk tanaman karena mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi. Guano (wanu) diyakini berasal dari bahasa Quechua, suku asli Pegunungan Andes di Amerika Selatan, yang berarti kotoran burung.

Sarmin, pemilik lahan goa Sawapudo, mengatakan, setiap minggu ia bisa mengirim rata-rata 200 karung guano ke petani sayuran di Kabupaten Konawe Selatan dengan harga Rp 15.000 per karung.

”Harga itu jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pupuk urea yang mencapai Rp 85.000 per 50 kg,” ujarnya.

Selain murah, pupuk guano dinilai lebih bagus dibandingkan dengan pupuk jenis lain dalam menyuburkan tanaman dan mengebalkannya dari hama.

”Pupuk guano juga bisa dipakai di perikanan tambak sebagai perangsang pertumbuhan lumut,” kata Sarmin yang juga berprofesi sebagai pegawai Dinas Pertanian Sulawesi Tenggara.

Namun, seperti dua sisi mata uang, ada pula aspek negatif dari eksploitasi kotoran kelelawar ini. Beberapa literatur menyebutkan, penambangan guano dikhawatirkan berdampak pada terganggunya habitat kelelawar dan biota goa lain yang bergantung pada guano sebagai sumber makanan.

Lapisan guano yang mengendap ratusan bahkan ribuan tahun juga berpotensi menyimpan data atau peninggalan purbakala yang bernilai penting bagi ilmu pengetahuan. (Mohamad Final Daeng)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com