Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia: Opsi Kenaikan Harga BBM Lebih Efektif

Kompas.com - 22/11/2011, 13:59 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ekonom senior Bank Dunia Indonesia, Enrique Blanco Armas, menyebutkan, opsi kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi lebih baik ketimbang membatasi penggunaan BBM untuk jenis kendaraan tertentu.

"Karena harga bahan bakar masih akan cukup tinggi jadi dampak bagi APBN juga masih cukup berat. Namun dalam waktu yang bersamaan kita bisa melihat inflasi untuk tahun ke depan masih terkendali di mana (imbal) hasil atau yield dari harga beras itu juga masih dapat meng-cover daripada tingginya bahan bakar," ujar Enrique di Jakarta, Selasa (22/11/2011), ketika ditanyai wartawan terkait beban BBM terhadap APBN.

Bank Dunia, katanya, sudah melihat adanya pembicaraan di tingkat pemerintah terkait masalah bahan bakar ini. Namun, lembaga ini belum melihat apakah pemerintah akan memutuskan adanya reformasi untuk kebijakan BBM bersubsidi ini. "Tetapi yang menjadi pembicaraan penting adalah bagaimana carannya pemerintah untuk tetap melindungi masyarakat miskin. Dan juga memberikan bantuan-bantuan sosial bagi orang miskin," kata Enrique.

Dia berpendapat, subsidi BBM ini sebenarnya bisa diperuntukkan bagi masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, ia pun memberikan sejumlah opsi untuk mereformasi kebijakan BBM bersubsidi ini. Pertama, meningkatkan harga BBM subsidi. Kedua, ada larangan kuantitatif. Maksudnya, pemerintah memberlakukan pemakaian BBM bersubsidi untuk jenis kendaraan tertentu. Misalnya, kata Enrique, BBM itu hanya bisa dipakai untuk motor atau mobil saja. Ketiga, pemberlakuan BBM subsidi berdasarkan areal geografis. "Jadi ada daerah-daerah tertentu yang mendapatkan BBM subsidi dan ada daerah yang tidak mendapatkan BBM bersubsidi," ujarnya.

Menurut dia, setiap opsi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya. Misalnya, pada opsi kedua, dari sisi administratif  opsi ini cukup sulit dilakukan. "(Jadi) saya pikir akan lebih efektif untuk meningkatkan harga," kata Enrique.

Mengenai opsi kenaikan harga, katanya, dampaknya tergantung dari besaran kenaikan harga. Misalnya, harga BBM naik Rp 1.500 dan Rp 500 akan memiliki dampak yang berbeda. Jadi, kata dia, memang kebijakan BBM bersubsidi cukup kompleks dan sulit. Namun, hal yang harus menjadi perhatian terkait ini adalah biaya oportunitas. "Dengan memberikan subsidi, berarti alokasi dana untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan itu berkurang," tegas Enrique.

Apa yang dikemukakan oleh Enrique ini juga senada dengan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Fabby menilai positif wacana yang dimunculkan Kementerian ESDM untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi sebesar Rp 1.000 per liter untuk sebagian pengguna mobil pribadi. Menurut dia, hal itu tidak akan memberatkan masyarakat. "Kalau dalam konteks itu (saya) positif (setuju). Kan menaikkan pada level yang tidak memberatkan," ucap Fabby ketika dihubungi beberapa waktu lalu.

Menurut Fabby, kenaikan serupa pernah terjadi pada tahun 2005 di mana harga BBM premium naik 100 persen dari Rp 2.400 menjadi Rp 4.500 per liter. Saat itu, katanya, masyarakat masih mampu membeli. "Konsumsi (BBM bersubsidi) terus naik sampai tahun 2008," ujarnya. Dengan kondisi itu, ia menilai, jika kenaikan yang diwacanakan oleh pemerintah benar terjadi, masyarakat masih tetap mampu untuk membeli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com