Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reboisasi untuk Penyelamatan Lereng Wilis

Kompas.com - 25/11/2011, 02:56 WIB

Runik Sri Astuti

Bencana longsor sepanjang tahun mengintai lereng Gunung Wilis di Jawa Timur. Dengan kondisi lereng yang terbagi dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan permukiman penduduk, diperlukan sinergi untuk menanggulanginya. Warga bersama pemangku kepentingan lainnya menggalakkan reboisasi dan transmigrasi sebagai solusinya.

Sebagai pengelola kawasan hutan produksi di lereng Wilis, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun, Jawa Timur, turut serta menanggulangi bencana longsor dengan menggalakkan reboisasi atau penanaman pohon. Agar manfaat yang dicapai maksimal, penanaman tidak hanya difokuskan pada lahan kritis, tetapi juga pada lahan-lahan kosong yang ditimbulkan oleh aktivitas tebang habis dan tebang pembangunan.

Administratur KPH Madiun Istiono mengatakan, ada dua tipologi hutan di lereng gunung setinggi 2.552 meter di atas permukaan laut itu. Pertama, lereng paling atas yakni hutan pinus. Kemudian, turun sedikit adalah hutan produksi dengan tanaman utama Jati dan kayu rimba seperti mahoni, flamboyan, kesambi, dan johar. Hutan produksi inilah yang menjadi target peremajaan karena tingginya penebangan baik untuk pemanenan hasil maupun akibat penjarahan.

Pada tahun 2011, dari 31.000 hektar areal hutan produksi di lereng Gunung Wilis yang dikelola KPH Madiun, 31.000 hektar di antaranya akan menjadi sasaran reboisasi.

”Dengan dituntaskannya penanaman secara menyeluruh, sudah tidak ada lagi lahan kritis atau gundul,” ujarnya.

Perhutani KPH Madiun mengaku telah menyiapkan bibit tanaman kurang lebih 2 juta plances, terdiri dari tanaman jati stek pucuk sekitar 650.000 plances dan bibit rimba berupa mahoni, flamboyan, sengon, dan lain-lain sekitar 1,4 juta plances. Bibit ini akan ditanam pada tanah-tanah kosong akibat penjarahan hutan maupun kebakaran hutan.

Tentu saja, Perhutani tak mampu bekerja sendiri. Mereka butuh dukungan warga sekitar untuk menyukseskan program reboisasi. Masyarakatlah yang memantau berhasil tidaknya tanaman muda ini beradaptasi dengan lingkungan riil di tengah hutan.

Betapa pentingnya peran masyarakat, bisa dikatakan, merekalah penentu berhasil tidaknya program reboisasi. Karena itu, hubungan yang dibangun Perhutani dengan masyarakat sekitar ini tidak semata antara pemberi kerja dan pekerja, melainkan harus menyentuh sampai pada tingkat emosional penduduk.

Harus mampu menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai fungsi hutan dan pentingnya bagi kehidupan flora dan fauna serta penduduk di sekitar. Kepentingan itu tidak semata soal ekonomi, tetapi juga soal ekologi seperti mencegah longsor dan menjaga sumber air.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com