Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desain Batik Rasa Amerika

Kompas.com - 25/11/2011, 07:49 WIB

Sejak lomba ini diluncurkan, sekitar 100 karya masuk dari 18 negara bagian di Amerika Serikat. Dino mengatakan, melalui kompetisi ini warga Amerika Serikat memahami batik melalui caranya sendiri. Melalui para pemenang kompetisi itu, batik akan mendunia melalui cara-cara mereka sendiri.

”Harapannya, batik bukan lagi hanya menjadi milik orang Indonesia, melainkan menjadi milik dunia. Kita tak perlu cemas orang lain mempelajari batik. Kita seharusnya seperti orang Inggris yang bangga dengan bahasa Inggris yang dipakai di seluruh dunia,” kata Dino. Oleh karena itu, setelah kompetisi ini, ia berharap muncul batik khas Amerika Serikat.

Di samping itu, kompetisi desain ini juga menginspirasi semua pihak sehingga kelak muncul desan batik di tempat lain, seperti batik Arab, batik China, dan batik Rusia. Semakin banyak kompetisi di luar negeri maka batik akan makin dipahami oleh warga dunia dengan cara mereka sendiri. Seni batik akan makin diperkaya dengan makin banyaknya warga dunia yang menggeluti seni batik.

”Apa yang kami lakukan masih merupakan pilot project untuk menduniakan batik,” kata Dino. Ia yakin dengan cara seperti ini karya-karya bangsa Indonesia bisa tampil di pentas dunia. Ia yakin selain batik masih banyak karya bangsa Indonesia yang layak diakui dunia.

Para pemenang kejuaraan ini mendapat hadiah uang, yaitu juara pertama mendapat 5.000 dollar AS, juara kedua 2.500 dollar AS, dan juara ketiga 1.500 dollar AS. Untuk tiga orang yang mendapat predikat juara pertama, akan mendapat kesempatan berkunjung ke sentra-sentra batik di Indonesia. Mereka juga akan mendapat pelatihan membatik selama sekitar dua pekan berada di Indonesia.

Ketiga orang itu tak hanya dibawa ke sentra batik di Pulau Jawa, tetapi juga sentra batik di luar Pulau Jawa, seperti Bali, Makassar, Mataram, dan Palembang. Mereka diharapkan memahami keberagaman desain batik di berbagai tempat di Tanah Air.

”Setelah ini saya akan makin memperkenalkan batik ke seluruh dunia,” kata Urabe yang masih tersenyum seusai pemberian penghargaan itu. Ia terus terang penasaran dengan cara pembuatan batik yang belum pernah dikenalnya. Ia yakin bila kelak mengetahui cara membatik, ia akan makin memahami desain-desain batik yang cocok untuk orang Amerika Serikat.

Desainer Tuty Cholid, yang menjadi salah satu juri dalam kompetisi itu, tak kalah terkagum-kagum dengan karya para peserta. Meski kebanyakan belum pernah ke Indonesia dan belum mengetahui seni batik, dari karya-karya yang dikirim cukup memberi harapan batik akan makin dikenal di dunia.

”Saya kagum dengan karya-karya mereka. Mereka bisa mendesain dengan filosofi yang mendalam. Lihat saja karya mereka dengan motif koboi, bison, gandum, dan lain-lain yang langsung memberi kesan Amerika Serikat,” katanya.

Seusai perhelatan itu, Dino dan Ny Rosa Rai Djalal tampak berkaca-kaca. Sudah pasti mereka puas dengan kejuaraan itu. Kerja keras Kedubes RI di Amerika Serikat sepertinya tak sia-sia. Para pemenang pasti akan bercerita soal batik kepada keluarga, kenalan, dan temanteman mereka. Nah, kalau sudah seperti ini, harapan menduniakan batik tercapai.

Tugas lainnya masih menanti. Setelah batik, sepertinya banyak karya atau produk Indonesia yang perlu diduniakan sehingga mata dunia terbelalak ke Indonesia. Sejumlah karya, seperti rendang, kopi, nasi goreng, dan dangdut layak dibawa ke pentas dunia. Melalui karya-karya itu, Indonesia makin harum di mata dunia seiring dengan perkembangan ekonomi yang membaik. (ANDREAS MARYOTO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com