Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Pertanyakan Terlampauinya Kuota BBM

Kompas.com - 29/11/2011, 14:22 WIB
Ester Meryana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis mempertanyakan terlampauinya kuota bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Menurut dia, jika ini kesalahan Pertamina, maka perusahaan BUMN tersebut yang harus bertanggung jawab.

"Kan DPR yang meminta supaya subsidi BBM itu dipotong. Nah, sekarang pertanyaannya siapa yang berani menembus angka kuota BBM? Pertamina, (ya) risiko Pertamina," ujar Harry ketika ditanya Kompas.com di Jakarta, Selasa (29/11/2011). Bahkan, ia menyebutkan, Pertamina harus diperiksa terkait hal ini.

Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan, Senin kemarin di Jakarta, memang menyatakan, kuota BBM subsidi sebesar 40,4 juta kiloliter untuk tahun ini telah habis. Padahal tahun ini masih tersisa sekitar satu bulan lagi. "Padahal akhir tahun ini, prognosis kelebihan kuota mencapai 1,4 juta kiloliter. Kami belum tahu apakah ini akan dibayar atau tidak," ungkap Karen.

Menurut dia, kuota habis seiring dengan kegiatan SEA Games yang berlangsung selama sekitar sepekan.

Menurut Harry, seharusnya pemerintah, termasuk juga Pertamina, mempunyai teknik pembatasan karena, jika harga BBM subsidi terbilang murah, maka permintaan pasti akan naik. "(Padahal) kita menyubsidi hanya dalam kaitan dengan produktivitas, bukan dalam kaitan dengan luxury atau enjoyment," ucap Harry.

Dengan lebihnya kuota ini, dia menegaskan bahwa pemerintah tidak mungkin lagi mengubah UU APBN-Perubahan 2011 ataupun APBN 2012. Satu-satunya jalan, terang dia, adalah mengajukan perubahan terkait BBM subsidi ke dalam UU APBN-P 2012. "Mungkin bulan Maret atau Februari untuk perubahan, termasuk salah satunya mengubah alokasi kuota," ujarnya.

"Itu harus pemerintah yang putuskan, apakah diajukan (ke DPR) atau dibiarkan (risikonya) kepada Pertamina. Namun saya kira tidak mungkin, pemerintah (pasti) kena juga. Sementara itu, di DPR terjadi perdebatan politiklah, apakah dibayar atau tidak dibayar, seperti pada kasus PLN dulu. Ada utang, yang sekitar Rp 5 triliun itu, akhirnya DPR memaklumi, terus dibayar tahun ini berapa, tahun depan berapa," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com