Jakarta, Kompas -
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Kamis (22/12), di Jakarta, menyatakan, dahulu ketika pengelolaan migas nasional sepenuhnya di tangan Pertamina, perseroan itu mengalami krisis, punya banyak utang, dan kurang menggarap bisnis hulu migas. Perseroan itu justru mengembangkan bisnis di luar migas dan menanggung beban distribusi BBM dan elpiji bersubsidi.
Pertamina lebih dikenal sebagai penjual minyak, bukan penghasil minyak, karena fokus bisnisnya tidak jelas. Karena itu, Pertamina diminta lebih fokus pada produksi minyak sebagaimana dilakukan perusahaan migas multinasional. Shell dan Petronas, misalnya, meraup untung besar dengan mencari sumber minyak hingga mancanegara.
Jadi, kalau dibebaskan bersaing, perseroan itu seharusnya dibebaskan juga dari berbagai tanggung jawab oleh negara. Monopoli pengelolaan migas nasional hanya memberi kekuasaan berlebihan dan rawan korupsi. ”Jangan anggap Pertamina sama betul dengan Exxon dan Shell. Yang penting, kemauan belajar agar bisa lebih baik,” katanya.
Wakil Presiden Komunikasi Korporat PT Pertamina Mochamad Harun menyatakan, Pertamina memiliki bisnis hulu migas yang menghasilkan migas dan bisnis hilir migas, yakni menyediakan BBM bersubsidi. ”Ini bukan bisnis yang salah karena untuk menopang kebutuhan energi dan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo menyatakan, Pertamina perlu meningkatkan efisiensi manajemen jika ingin menyamai prestasi perusahaan multinasional.