SURABAYA, KOMPAS
Wakil Ketua Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia Andre Vincent Wenas di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (27/12), mengatakan, persoalan utama pergulaan nasional disebabkan tidak efisiennya pabrik gula berbasis tebu yang dikelola PT Perkebunan Nusantara (PTPN), yang bermuara pada rendahnya rendemen. Faktor ini berdampak langsung pada pendapatan petani tebu kecil dan bahkan cenderung menimbulkan kerugian.
Menyangkut rembesan gula rafinasi di pasar konsumen, menurut Andre, kemungkinan besar hal itu akibat kurangnya pasokan gula kristal putih (GKP) ke pasar konsumen. Kebutuhan GKP di pasar konsumen sebesar 2,7 juta ton. Padahal, kemampuan produksi GKP lokal hanya 1,9-2 juta ton sehingga terjadi defisit 700.000-800.000 ribu ton. ”Kemungkinan dinamika pasar untuk menyerap gula selain GKP produksi lokal yang memang tidak mampu memasok kebutuhan nasional akibat inefisiensi dalam pengelolaannya,” ujarnya.
Sinyalemen lain, kata Andre, ada gula selundupan yang mencapai 400.000 ton. Selain rendahnya produktivitas semua pabrik gula, gula seludupan itu juga menjadi pemicu karut-marutnya pergulaan nasional.
Apalagi, lanjutnya, defisit produksi gula nasional sekitar 3 juta ton dari kebutuhan 5 juta ton. Produksi gula lokal hanya 2 juta ton. ”Seyogianya produsen gula rafinasi diposisikan sebagai solusi masalah pergulaan nasional,” katanya.
Secara terpisah, Pemerintah Provinsi Jatim menargetkan kenaikan produksi gula pasir lokal dari 1,014 juta ton pada tahun 2011 menjadi 1,2 juta ton pada tahun 2012. Kenaikan itu diharapkan mampu mengurangi impor gula konsumsi dan meningkatkan kesejahteraan petani tebu di Jatim sebagai pemasok 60 persen produksi gula nasional.
Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, kenaikan produksi sebesar hampir 200.000 ton tersebut realistis mengingat Jatim pernah mengalaminya pada tahun 2007.
”Caranya, rendemen tebu harus dinaikkan. Untuk menaikkan rendemen ini, satu-satunya jalan adalah dengan memperbaiki manajemen pabrik gula, terutama yang berada di bawah pengelolaan PTPN XI,” ujarnya saat ditemui di Madiun, Selasa.
Menurut Soekarwo, rendemen tebu idealnya 8,4 persen. Pada pabrik gula yang masuk dalam pengelolaan PTPN XI, rendemennya hanya 6-7 persen. Sementara di pabrik gula yang berada di bawah pengelolaan PTPN X, pencapaian rendemennya cukup tinggi, yakni 7-8 persen.
Gubernur Jatim berencana memanggil manajemen PTPN XI dan menemui Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan untuk mengusulkan perbaikan terhadap sejumlah pabrik gula di Jatim. Dari inventarisasi yang dilakukan selama 2011, sedikitnya terdapat lima pabrik gula yang memerlukan perbaikan mesin-mesin produksi dari 31 pabrik gula di wilayah Jatim.
Selain lima pabrik yang tidak disebutkan secara rinci oleh Soekarwo, terdapat belasan pabrik lain di PTPN XI yang memerlukan revitalisasi, baik mesin maupun manajemennya. Namun, perbaikan tidak bisa dilakukan serentak karena dikhawatirkan mengganggu kelancaran produksi gula lokal.
PTPN XI mengelola sedikitnya 16 pabrik gula (PG) di Jatim, antara lain PG Pagotan dan PG Kanigoro di Kabupaten Madiun, PG Soedhono di Kabupaten Ngawi, PG Poerwodadie dan PG Redjosarie di Kabupaten Magetan, PG Semboro di Kabupaten Jember, serta PG Djatiroto di Kabupaten Lumajang.
Kepala Dinas Perkebunan Jatim Samsul Arifien menyebutkan, ada empat pabrik gula baru akan dibangun, yaitu PT Kebun Tebu Mas di Kabupaten Lamongan, PT Gula di Kabupaten Mojokerto, PT Permata Tene di Kabupaten Probolinggo, PT Kencana Gula Manis di Kabupaten Blitar, dan PT RNI di Kabupaten Malang.