KUDUS, KOMPAS -
Kegiatan pada Selasa (14/2) itu melibatkan 24 peragawan-peragawati remaja. Mereka berlenggak-lenggok menampilkan busana batik di hadapan para pengendara sepeda motor ketika lampu pengatur lalu lintas menyala merah.
Busana yang diperagakan beraneka motif dan warna. Ada motif kapal kandas, beras kecer, parijoto, kretek, pakis aji, menara kudus, dan kaligrafi.
Motif-motif itu dibalut dengan warna coklat, putih, dan hijau. Khusus busana batik hari Kasih Sayang berwarna merah jambu dan memadukan aneka motif khas Kudus dengan motif cinta atau daun waru dan merpati.
Antusiasme warga makin bertambah saat petugas Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi Kabupaten Kudus dan Kepolisian Resor Kudus turut serta. Mereka berlenggak-lenggok layaknya peragawan bersama sejumlah model.
Perajin Muria Batik Kudus, Yuli Astuti, mengatakan, merayakan hari Kasih Sayang tidak melulu dengan pacar atau keluarga. Hari Kasih Sayang juga dapat diungkapkan dengan menyayangi produk-produk dan budaya Indonesia, seperti Batik.
Selama ini, minat remaja Kudus terhadap batik kudus masih kurang. Untuk itu, promosi batik kudus di tingkat lokal perlu digelar berbagai promosi, salah satunya melalui peragaan busana. ”Remaja jadi sasaran kami dalam mempromosikan batik. Pasalnya, di tangan merekalah ke depan batik bisa lestari,” kata Yuli.
Penggagas Batik Kudus Lovers (Bakul), Siti Merie, mengemukakan, komunitas bakul merupakan wadah bagi setiap orang yang peduli dengan batik kudus. ”Dalam sejarahnya, batik kudus selalu timbul tenggelam. Jika tidak dilestarikan oleh masyarakatnya sendiri, batik kudus bisa tinggal nama saja,” katanya.
Batik berkembang di Kudus sejak zaman Sunan Kudus menyebarkan agama Islam di Kudus. Konon, batik kudus yang dipengaruhi motif Majapahit dan pesisiran itu menjadi salah satu komoditas perdagangan pada zaman Kerajaam Demak.