Kaur, Kompas -
Kepala Seksi Budidaya Perkebunan Dinas Kehutanan, Perkebunan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Kaur Edi Santoso, Jumat (17/2), mengatakan, di Kaur dalam 20 tahun terakhir tanaman lada dan tanaman dadap sebagai media rambatnya terserang virus busuk pangkal batang.
Serangan penyakit tersebut menyebabkan luas areal tanaman lada di Kabupaten Kaur menyusut. Tahun 2010 ke 2011, saja, areal lada menyusut hingga mencapai lebih dari 1.000 hektar. Pada tahun 2010 areal tanam lada yang masih 2.715 hektar telah berkurang menjadi 1.284 hektar di triwulan I-2011. Angka ini diperkirakan terus menyusut hingga akhir 2011.
Padahal pada abad XVI-XVII lada atau yang dalam bahasa setempat sahang ini pernah menjadi komoditas perkebunan primadona dari Bengkulu yang diperdagangkan di Eropa. Lada berkualitas tinggi ini pula yang membuat Inggris masuk ke Bengkulu dan memonopoli perdagangannya hingga abad XIX.
Kini, petani justru lebih berminat menanam kelapa sawit atau karet daripada lada. ”Permintaan bantuan bibit sawit dan karet dari petani kepada kami banyak sekali. Setiap kali proposal dari petani masuk, mereka meminta bantuan bibit kelapa sawit atau karet. Lada sudah tidak menjadi tanaman utama di kebun-kebun petani,” ujar Edi.
Petani dari Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Maje, Edison (34), mengatakan, hingga kini ia belum berani lagi menanam lada. Ia khawatir apabila memaksakan menanam tanaman lada akan habis karena ganasnya hama penyakit yang menyerang batang rambat lada.
Kebun lada seluas 6 hektar yang telah menjadi sumber penghasilan keluarga Edison selama berpuluh-puluh tahun pun sekarang ditanami kelapa sawit.
Penyuluh perkebunan Kecamatan Maje, Sukyandi, mengaku kewalahan menghadapi pertanyaan petani terkait penyakit yang menyerang tanaman lada. Sampel tanamanyang mati sudah dikirim ke pusat, tetapi sampai sekarang belum juga ada solusi untuk mengatasi penyakit tanaman itu.