Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusaha Minta Kenaikan TDL Ditunda

Kompas.com - 14/03/2012, 22:47 WIB
Hamzirwan

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pengusaha meminta pemerintah menunda rencana menaikkan tarif dasar listrik, berbarengan dengan kenaikan harga Premium dan Solar bersubsidi.

Kenaikan tarif dasar listrik (TDL) tahun 2012, bisa menekan daya beli masyarakat dan daya saing industri nasional yang kian tergerus produk impor.

Sikap ini disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, bersama Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, Ketua Umum Asosiasi Industri Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko, Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPA-K) Putri K Wardhani.

Selain itu, Sekretaris Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani, Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Elektronika (Gabel) Yeane Keet, dan Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid Ahmadi di Gedung Apindo di Jakarta, Rabu (14/3/2012).

Pengusaha dari industri padat karya ini meminta kesediaan pemerintah mendengarkan suara mereka karena sedikitnya 20 persen biaya produksi bersumber dari listrik.

Meski belum diumumkan, rencana kenaikan harga Premium dan Solar bersubsidi sudah membuat ongkos logistik naik dan berdampak pada kenaikan harga-harga barang. Apabila pemerintah menaikkan TDL juga, harga barang akan naik sedikitnya 5 persen karena ongkos produksi juga naik minimal 10 persen.

Para pengusaha mengaku terkejut dan resah, dengan strategi pemerintah mengurangi subsidi listrik tersebut. Meski pemerintah berjanji mencicil kenaikan tahun ini, hal itu cukup menakutkan bagi pengusaha.

Mereka mengaku sudah mengalah demi keamanan investasi saat pemerintah memaksakan kenaikan upah minimum yang naik sampai 30 persen di Tangerang, Banten, dan 24,6 persen di Bekasi, Jawa Barat. Namun kali ini pemerintah kembali membuat kebijakan yang mengagetkan dunia usaha.  

"Sebenarnya kami juga tidak senang dengan kenaikan harga BBM, tetapi ini adalah pilihan jelek dan terjelek daripada anggaran pemerintah habis untuk subsidi bukan membangun infrastruktur. Namun, kami tidak setuju kalau pemerintah juga menaikkan TDL tahun ini, karena bisa membuat industri-industri padat karya kolaps," ujar Sofjan.

Ade menambahkan, kenaikan TDL tahun 2012 ibarat lampu merah bagi industri garmen berskala kecil, yang juga berdampak ke hulu. Kapasitas produksi bakal dikurangi demi menekan kenaikan harga produk yang akhirnya bisa memicu pengurangan tenaga kerja.

Kondisi ini akan berdampak besar bagi industri jamu yang mempekerjakan sedikitnya 3 juta orang. Putri menegaskan, kenaikan TDL tahun 2012 akan membuat industri jamu berskala kecil bangkrut, dan industri menengah termarjinalkan.  

"Industri yang bertahan harus menaikkan harga sehingga memicu inflasi. Kalau daya beli masyarakat turun, tentu penjualan kami juga terganggu. Kami menolak kenaikan TDL tahun ini," ujar Putri, yang juga Presiden Direktur Mustika Ratu.

"Menurut Yeane, kenaikan TDL akan mendongkrak harga komponen elektronik dan menekan daya saing. Daya penjualan juga pasti turun sehingga bisa memicu pemutusan hubungan kerja (PHK)," ujarnya.

Kenaikan harga BBM bersubsidi tidak berpengaruh langsung pada industri, yang telah lama menggunakan Solar nonsubsidi. Untuk bulan Maret, harga Solar industri dari Pertamina Rp 9.840 per liter, Shell Rp 9.150 per liter, dan Petronas Rp 9.500 per liter.

Franky menjelaskan, nasib industri makanan dan minuman nasional memang masih lebih baik dengan penguasaan pangsa pasar domestik yang cukup tinggi dibandingkan dengan produk impor. Namun, dia meminta pemerintah jangan membuat kebijakan yang kontraproduktif terhadap kondisi sekarang karena pasar ekspor tengah menciut dan daya beli domestik pun tertekan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com