Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Antibiotik Mahal

Kompas.com - 18/03/2012, 03:06 WIB

DR SAMSURIDJAL DJAUZI

Ayah saya (63 tahun) sudah lama menderita diabetes melitus. Sejak usia 50 tahun, dia berobat dan mengatur makanannya sesuai dengan anjuran ahli gizi. Semula diabetesnya hanya memerlukan obat antidiabetes. Namun belakangan ini, karena sering mengalami infeksi, kadang-kadang beliau mendapat insulin.

Ayah juga pernah dikonsultasikan ke dokter jantung, ginjal, dan mata. Belakangan ini, fungsi ginjal ayah agak terganggu dan ayah dianjurkan menggunakan insulin. Untunglah pembantu kami masih muda dan cukup cerdas sehingga dapat membantu ayah dengan menyuntikkan insulin. Gangguan fungsi ginjal ayah belum parah benar sehingga belum memerlukan cuci darah, sedangkan keadaan jantung dan mata lumayan baik.

Belakangan ini, ayah sering mengeluh kakinya terasa baal dan kadang-kadang nyeri. Atas anjuran temannya, setiap hari ayah berjalan kaki mengelilingi lapangan di depan rumah tanpa alas kaki. Beliau berharap aliran darahnya akan lancar tanpa alas kaki. Namun yang terjadi, ayah mengalami luka di telapak kaki dan luka itu sukar sembuh. Lukanya bernanah sehingga harus dirawat di rumah sakit. Dokter khawatir karena lukanya semakin lebar dan ayah mulai merasa demam meski tak tinggi.

Pengobatan luka semula dengan antibiotik biasa, tetapi lalu ditingkatkan jadi antibiotik generasi baru yang harganya amat mahal. Sehari untuk antibiotik saja diperlukan Rp 1.500.000. Memang lukanya jadi lebih baik, tetapi tampaknya ayah masih memerlukan perawatan beberapa hari lagi. Kami, anak-anak, sudah mulai kehabisan dana.

Kenapa harga antibiotik mahal? Apakah tak mungkin menggunakan antibiotik generik yang lebih terjangkau? Menurut dokter, antibiotik sekarang dipilih sesuai dengan hasil biakan kuman yang diambil dari luka ayah saya. Mohon penjelasan dokter bagaimana agar di masa depan ayah saya tak mengalami infeksi lagi sehingga kami tak kewalahan dengan biaya berobatnya. Terima kasih atas penjelasan dokter.

M di B

Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka lama dan berkesinambungan. Pasien harus memahami dengan baik mengenai penyakitnya, termasuk obat-obat yang dia pakai. Selain itu, kebiasaan sehari-hari seperti menggunting kuku dan menghindari luka di kaki.

Salah satu masalah yang sering timbul pada penderita diabetes melitus adalah masalah luka di kaki. Jika tak dicegah dan diatasi dengan baik, hal itu dapat membawa penderita pada keadaan yang mengharuskan untuk diamputasi. Tak sedikit penderita diabetes melitus yang terpaksa harus diamputasi karena luka di kaki yang semakin memburuk dan meluas.

Penderita diabetes melitus diharapkan dapat mengatur makan, berolahraga, dan meminum obat atau menggunakan insulin secara teratur. Dengan demikian, gula darahnya diharapkan dapat dikendalikan. Gula darah yang tak terkendali dalam jangka lama (bertahun-tahun) dapat mengganggu fungsi ginjal, mata, dan jantung. Pembuluh darah kecil pada organ-organ tersebut mengalami penebalan sehingga aliran darah terganggu.

Pembuluh darah kaki juga dapat mengalami kekakuan (aterosklerosis) dan aliran darah jadi tak lancar. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala, seperti kaki terasa panas, nyeri, atau baal. Pada tahap lanjut, aliran darah yang kurang lancar juga dapat mengurangi rasa nyeri sehingga, jika telapak kaki terkena benda runcing, mudah terjadi luka karena refleks nyeri menurun.

Luka kaki

Penyembuhan luka di kaki menjadi sulit karena aliran darahnya kurang dan kekebalan tubuh penderita juga menurun. Oleh karena itu, sedapat mungkin kaki tak boleh mengalami luka, baik luka ketika menggunakan sepatu, menggunting kuku, maupun tak memakai alas kaki.

Jika ada luka atau lecet, harus segera ke dokter supaya luka tersebut tak menjadi besar dan infeksinya berlanjut. Biakan kuman pada luka dapat membantu dokter dalam memilih antibiotik yang tepat. Antibiotik yang masih sensitif merupakan antibiotik generasi baru yang harganya memang mahal karena masih baru. Antibiotik tersebut biasanya masih terlindung paten sehingga belum ada bentuk generiknya.

Di beberapa rumah sakit, penderita diabetes diajarkan untuk memelihara kaki sehingga tak mudah terjadi luka di kaki. Memang seorang penderita sering mendapat saran dari sesama penderita, tetapi hendaknya saran dari teman yang awam tersebut harus ditanyakan kepada dokter kembali. Penderita diabetes sangat tidak dianjurkan untuk berjalan tanpa alas kaki karena mudah terkena luka dan, jika terjadi, luka mungkin sulit disembuhkan.

Pengalaman luka kali ini mungkin dapat dijadikan pengalaman berharga. Ayah harus diyakinkan untuk memelihara kebersihan dan keutuhan kakinya. Keluar rumah harus memakai alas kaki supaya tidak terluka. Jangan lupa untuk memberi informasi agar ayah tak jatuh. Jatuh pada orang usia lanjut acap kali menimbulkan masalah yang serius.

Oleh karena itu, dalam berjalan, di kamar mandi atau menaiki tangga, orang berusia lanjut harus disediakan fasilitas untuk berpegangan. Kejadian yang paling sering adalah jatuh dan patah pada leher tulang paha. Patut disadari, fungsi penglihatan serta koordinasi pada orang berusia lanjut sudah menurun dan ini dapat meningkatkan risiko jatuh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com