KOMPAS.com - Batik Kudus memiliki filosofi dan latar belakang sejarah yang kuat, mengingat Kudus pernah menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam. Motif batiknya merupakan perpaduan budaya China dan Islam, sehingga Batik Kudus bisa dikategorikan sebagai batik peranakan. Motif seperti kaligrafi, bunga, burung, dan kupu-kupu, dengan isen-isen (isian) yang sangat halus, amat mudah dikenali. Namun, karena menggunakan warna yang cenderung sogan (kecoklatan), Batik Kudus kurang populer di kalangan kaum muda. Mereka lebih menyukai batik dengan warna-warni yang cerah.
Untuk itulah Galery Batik Kudus dan Djarum Apresiasi Budaya berusaha mempopulerkan sekaligus melestarikan Batik Kudus melalui berbagai aktivitas seperti pameran dan fashion show. Mereka mengundang dua desainer muda, Soko Wiyanto dan Yogie Pratama, untuk merancang koleksi busana dari Batik Kudus. Kedua desainer muda ini diberi kebebasan untuk mengolah dan mempadupadankan Batik Kudus dengan bahan lain untuk menghasilkan koleksi busana yang lebih mudah diterima kaum muda.
Sebanyak 10 potong busana ditampilkan oleh Soko dan Yogie dalam peragaan busana di Atrium East Mall Grand Indonesia, Jakarta, beberapa waktu lalu. Soko mengangkat tema "Easthetique", yang bermakna perpaduan antara timur (east) dan keindahan (thetique). Koleksi yang terinspirasi dari film berjudul Remembrance of Dream Past ini terdiri atas lima cocktail dress yang terbuat dari Batik Kudus dengan motif khas fauna seperti kupu-kupu dan burung merak. Pemilik label busana pengantin Maha Atelier ini juga menampilkan gaun cheongsam merah dengan potongan bergaya mermaid.
Soko memadukan bahan Batik Kudus dengan bahan lain seperti tafeta, satin, thai silk, serta france lace, untuk menghasilkan rancangan yang modern dan dinamis. Aplikasi manik-manik, kristal, dan embroidery khas China, memperkuat ciri khas tiap koleksinya. Gaun-gaun selutut dengan warna biru, hitam-putih, dan coklat keemasan ditampilkan dengan potongan di bagian pinggang, dan teknik draperi yang memberi kesan feminin.
Sedangkan koleksi gaun Yogie yang bertema "The Glorious Era" cenderung menggunakan warna gelap seperti hitam dan coklat tua. Koleksi evening dress ini masih menggunakan motif fauna dari Batik Kudus, dikombinasikan dengan bahan-bahan seperti tulle dan lace yang menonjolkan kesan feminin dan seksi. Gaunnya yang berkerah cheongsam berpadu dengan aplikasi bunga-bungaan, memberi kesan romantik. Teknik draperi masih digunakan, menghasilkan aksen lipit dan tumpuk di area bahu, dada, dan pinggang.
"Batik berwarna kecoklatan ini saya pakai agar lebih terasa batiknya. Tetapi warna yang gelap ini bisa diakali dari desainnya biar nggak tampak tua. Misalnya, dipadukan dengan bahan lace Inggris yang bahannya tebal," ujar Yogie, saat bincang-bincang bersama wartawan usai peragaan busananya.
Menurut pemilik brand Label of Regalia ini, keindahan Batik Kudus terletak pada motif faunanya yang sangat tajam, dengan detail yang rumit. Toh, batik bisa dipakai oleh segala usia, untuk momen formal ataupun santai, tergantung dari aplikasi yang digunakan. Batik juga bisa dicocokkan dengan jenis kain apa saja untuk memberi kesan lebih modern dan segar.
"Saya sangat menjunjung nilai-nilai konservatif. Makanya saya nggak mau mengambil model yang terlalu banyak cutting, nanti motif burungnya lepas-lepas. Gaunnya juga dibuat dengan pengerjaan tangan," ujar Yogie, yang gaunnya dihargai antara dua sampai enam juta rupiah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.