Hal itu disampaikan Wakil Ketua I Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun kepada Kompas di Jakarta, Senin (26/3). DMSI adalah wadah pemangku kepentingan kelapa sawit, mulai dari birokrat, teknokrat, petani, hingga pengusaha industri hulu sampai hilir, yang meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia.
Derom baru kembali dari Washington DC seusai mengikuti pertemuan dengan pejabat Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) hari Kamis (22/3) sore dan Jumat (23/3). Pertemuan di Gedung EPA terbagi dua bagian, yakni pembicaraan antarpejabat pemerintah dan pembahasan
”Melihat cara mereka merespons paparan kami, saya optimistis, CPO bisa diterima sebagai bahan baku biodiesel yang mampu mengurangi emisi lebih dari 20 persen. Mereka berjanji akan mempelajari jawaban ini satu per satu dan akan menanyakan jika masih ada bagian yang kurang jelas,” ujar Derom.
Pada 27 Januari 2012 ada notifikasi EPA yang mengklaim biodiesel berbahan baku minyak sawit mentah (CPO) menyerap emisi kurang dari 20 persen. Meski ekspor Indonesia ke pasar AS kurang dari 500 juta dollar AS (Rp 4,5 miliar) per tahun, klaim itu harus dibantah selambatnya 27 April 2012 karena kebijakan AS bisa ditiru negara lain.
Delegasi Indonesia dipimpin Direktur Jenderal Pemasaran Produk Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian Zaenal Bachruddin, beranggotakan antara lain Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian Rismawan, Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan, Ketua Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) Rosediana Soeharto, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) M Fadhil Hasan, serta sejumlah ahli tanah dan lahan gambut.
Delegasi Malaysia yang dipimpin Menteri Perladangan dan Komoditas Bernard Dompok juga hadir. Delegasi Malaysia dan Indonesia sempat rapat bersama Duta Besar RI untuk AS Dino Patti Djalal di KBRI Washington DC, Kamis (22/3), sebelum menemui pejabat EPA.
Pertemuan teknis berlangsung dua kali. Dalam pertemuan pertama, Kamis sore, delegasi kedua negara menyampaikan jawaban tertulis atas notifikasi EPA, yang terbit pada 27 Januari 2012.
Dalam pertemuan yang berlangsung hangat itu, Derom menjelaskan, DMSI sudah mengirim jawaban lewat surat elektronik pada Selasa (20/3) sebelum delegasi berangkat ke AS. Hal ini kemudian mempermudah pertemuan teknis kedua pada Jumat pekan lalu karena pejabat EPA sudah membaca isi surat.
Surat DMSI berisi delapan bagian yang menjelaskan kelapa sawit dengan rinci. Surat itu dirumuskan bersama pemangku kepentingan kelapa sawit Indonesia dan Malaysia dalam beberapa kali pertemuan.
Delegasi Indonesia menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Indonesia akan menurunkan emisi karbon 26 persen secara mandiri dan 41 persen dengan intervensi negara lain tahun 2020. Pemerintah juga menerbitkan berbagai peraturan berkaitan dengan kebijakan itu, termasuk Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru bagi Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut serta Penyempurnaan Tata Kelola Hutan dan Gambut.
Pejabat EPA meminta Pemerintah Indonesia mengirim peraturan-peraturan itu sebagai data pendukung. Begitu semua jawaban masuk, EPA akan merangkum dan menayangkan di situs mereka untuk direspons publik.