Jakarta, Kompas
Presiden Komisaris PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP) Tony Wenas mengungkapkan hal ini ketika berkunjung ke Redaksi Harian Kompas, Jumat (13/4).
Dari kondisi iklim, misalnya, tanaman akasia sebagai bahan baku utama industri pulp bisa tumbuh dan memasuki masa panen pada usia 5-6 tahun.
”Padahal, di negara subtropis yang mengalami musim dingin, tanaman itu baru bisa dipanen saat berumur 20-25 tahun,” kata Tony Wenas.
Indonesia pun mempunyai keunggulan geografis karena China sebagai pasar utama industri pulp hanya membutuhkan waktu pengapalan ekspor sekitar tujuh hari dari Indonesia.
”Sedangkan dari Eropa ke China butuh waktu 40-50 hari, dari Amerika Serikat 30 hari, dan dari Amerika Latin sekitar 40-60 hari. Jadi, dari sisi biaya, Indonesia sudah unggul,” ujar Tony.
Meski Indonesia memiliki beberapa keunggulan, produsen pulp nomor satu di dunia masih tetap Amerika. Adapun Indonesia berada di peringkat kesembilan dunia dengan kontribusi sekitar 3,6 persen dari kapasitas global.
Saat ini, posisi kedua produsen pulp dunia ditempati Kanada, lalu Brasil, Jepang, Swedia, Finlandia, Rusia, dan kedelapan China.
Tony memaparkan, permintaan pulp dunia terus naik, bahkan permintaan China naik 139 persen sejak tahun 2005. Kenaikan ini kemudian dimanfaatkan sejumlah negara dengan menaikkan produksi.
Pertumbuhan produksi pulp Brasil, misalnya, naik sekitar 69 persen dan negara-negara lain naik di atas 50 persen. Sementara Indonesia hanya naik 30 persen sejak tahun 2005.
Untuk meningkatkan potensi yang ada, kata Tony, pemerintah perlu membangun infrastruktur, terutama pelabuhan. Selain itu, juga perlu memperbaiki regulasi agar ada kepastian hukum dalam dunia usaha.
Salah satu kendala pengembangan industri pulp di Tanah Air adalah lemahnya kepastian hukum sehingga mengganggu iklim investasi usaha.
”Di Brasil, aturan hukumnya sangat jelas dan investor dilayani dengan baik. Itulah sebabnya, kami berinvestasi di Brasil dengan lahan konsesi berstatus hak milik seluas 150.000 hektar,” kata